M A
K A L A H
HADIST TARBAWI
HADIST TARBAWI
TENTANG
“Etos Kerja”
“Etos Kerja”
Disusun
Oleh :
Kelompok 3
Abby Ainul Yaqin
Nurul Utami Amalia
Putri Indah Suntari
Kelompok 3
Abby Ainul Yaqin
Nurul Utami Amalia
Putri Indah Suntari
Dosen Pengampu:
Drs. Hasanuddin, M.HI
Drs. Hasanuddin, M.HI
Pendidikan Matematika
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Hadist Tarbawi ini yang berjudul “Etos Kerja” ini dengan lancar. Shalawat beriringan salam tidak lupa penulis
kirimkan kepada baginda kita Nabi besar
Muhammad shalallahu a’laihi wa sallam.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen pengampu dengan mata kuliah Hadist Tarbawi. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari
buku panduan, jurnal, dan skripsi yang berkaitan dengan judul makalah, dan tak
lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Hadist Tarbawi yaitu Bapak Drs. Hasanuddin, M.HI atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini dan juga kepada
rekan-rekan yang telah mendukung sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap dengan
adanya makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dan dapat menambah
wawasan kita, khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
kurang dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan di masa depan.
Jambi, 22 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar_________________________________________________________ i
Daftar Isi_______________________________________________________________ ii
BAB I Pendahuluan_____________________________________________________ 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II Pembahasan_____________________________________________________ 3
A. Pengertian Etos Kerja............................................................................................ 3
B. Urgensi Dan Tujuan Etos Kerja............................................................................. 4
......... C. Ajaran Islam Tentang
Etos Kerja.......................................................................... 5
......... D. Hadist Tentang Etos
Kerja, Terjemahan, dan Penjelasannya.............................. 6
.........
BAB III Penutup________________________________________________________ 10
A. Kesimpulan.........................................................................................................10
B. Saran .................................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................10
B. Saran .................................................................................................................10
Daftar Pustaka__________________________________________________________ 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah dasar Tasyri’ Islam
(hukum Islam) yang pertama. Sedangkan as-sunnah merupakan dasar Tasyri’ Islam
yang kedua. Keduanya merupakan sumber ajaran islam. Hadis/sunnah menempati
posisi yang penting dalam kehidupan umat Islam. Sebab didalamnya terdapat
aturan-aturan yang tidak terdapat dalam al-Quran, karena al-Qur’an masih
bersifat global, maka penjelas dari al-Qur’an itu adalah hadis.
Manusia tidak bisa dilepaskan
dari pekerjaan. Manusia diciptakan oleh Allah bukan hanya sebagai hiasan
pekerjaan, tetapi juga sebagai suatu ciptaan yang diberi tugas, dan salah satu
tugasnya ialah memeliharan ciptaan ini dengan pekerjaannya. Dengan demikian,
kerja merupakan tugas Ilahi, yang mengandung kewajiban dan hak.
Kerja sebagai suatu upaya untuk
merubah kehidupan manusia, maka manusia dituntut untuk memiliki etos kerja yang
tinggi dalam kehidupannya, karena mustahil bila kita tidak bekerja mendapatkan
hidup yang layak. Islam sebuah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk
meningkatkan usahannya dan ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Jumu’ah
Allah SWT berfirman yang artinya: “ Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S. Al-Jumu’ah: Ayat 10)
Dari ayat tersebut, menjelaskan
bahwa kaum muslimin dianjurkan untuk bekerja keras. Sebab bekerja dan kesadaran
bekerja mempunyai dua dimensi yang berbeda menurut pandangan Allah dan
Rasul-Nya, karena makna dan hakikat bekerja adalah fitrah manusia yang dapat
memanusiakan manusia itu sendiri lewat bekerja. Sedangkan dari kesadaran
bekerja akan melahirkan nilai yang lebih bermakna dalam hidup. Berikut akan
dijelaskan mengenai hadis tentang etos kerja.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian etos kerja?
2. Apa
urgensi dan tujuan etos kerja?
3. Bagaimana
ajaran islam tentang etos kerja?
4. Apa
saja hadis tentang etos kerja, terjemahan, dan penjelasannya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
memenuhi tugas makalah yang diberikan oleh dosen dengan mata kuliah
hadist tarbawi.
2. Untuk
mengetahui apa pengertian etos kerja.
3. Untuk mengetahui apa urgensi dan
tujuan etos kerja.
4. Untuk
mengetahui bagaimana ajaran islam tentang etos kerja.
5. Untuk
mengetahui apa saja hadis mengenai etos kerja, terjemahan, dan penjelasannya.
D.
Manfaat
Penulisan
Tujuan penulisan dapat tercapai, maka hasil
penulisan akan memiliki manfaat, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi penulis. Pertama, sebagai
pengetahuan awal yang memberikan nuasa tersendiri dalam upaya pengembangan
potensi diri baik secara intelektual maupun akademis. Kedua, untuk
menambah wawasan dan sebagai sebuah pengalaman berharga dalam ilmu pengetahuan
bersifat responsif dan kreatif.
2. Bagi Lembaga. Dapat
dijadikan sebagai dasar untuk mengembangkan disiplin ilmu.
3. Bagi Masyarakat. Hasil
penulisan ini berguna bagi semua lapisan masyarkat pendidikan dan diharapkan
mampu untuk menambah wawasan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya etos
kerja
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etos Kerja
Etos
kerja terdiri dari dua suku kata yang berbeda, yaitu “etos” dan “kerja”. Secara
etimologis etos berasal dari kata Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini,
cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. [1]
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia etos berarti pandangan hidup yang khas suatu
golongan sosial. Sedangkan etos kebudayaan adalah sifat, nilai, dan adat
istiadat khas yang memberi watak pada kebudayaan suatu golongan sosial
dimasyarakat. Dan dalam arti yang sederhana makna etos menurut Jansen Sinamo
adalah adat istiadat atau kebiasaan.
Kata
yang kedua adalah kerja yang dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan
sebagai kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan atau diperbuat. Atau dapat
pula diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata
pencaharian. Dalam kamus munjid disebutkan kerja berarti ‘amila, kasaba, dan
saa, namun kata kasaba memiliki arti yang menunjukkan pada sebuah pekerjaan
yang menghasilkan keuntungan.
“Kerja”
jika dijalankan sesuai ajaran Islam, ia merupakan salah satu bentuk jihad yang
tidak dapat dipisahkan dari signifikansi religius dan spritual yang tercakup didalamnya.
Didalam bahasa Arab kata “kerja” biasanya disebut ‘amal dan shun’ yang nanti
akan melahirkan berbagai derivasinya, seperti ma’mal (laboratorium) atau shani’
(produsen0. Diantara kedua kata ini, yang pertama berarti “tindakan”, sedangkan
yang kedua berarti “membuat” atau memproduksi” sesuatu yang dalam pengertian
aristik dan keterampilan.
Sedangkan
menurut Toto Tasmara (2002), kerja adalah segala aktifitas dinamis dan
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan di
dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk
mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah
SWT.
Apabila
etos dihubungkan dengan kerja, maknanya lebih khas. Etos kerja adalah kata
majemuk yang terdiri dari dua kata dengan arti yang menyatu. Ia membentuk
perilaku individual dan sosial masyarakat. Dapat pula bermakna semangat kerja
yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau kelompok. Selain itu juga
sering diartikan sebagai setiap kegiatan manusia dengan sengaja diarahkan pada
suatu tujuan tertentu. Tujuan itu adalah kekayaan manusia itu sendiri, baik itu
jasmani atau rohani atau pertahanan terhadap kekayaan yang telah diperoleh.[2]
Dengan
demikian etos kerja merupakan sikap atau pandangan manusia terhadap kerja yang
dilakukan, yang dilatarbelakangi nilai-nilai yang diyakininya. Atau ringkasnya
etos kerja adalah double standar of life yaitu sebagai daya dorong di
satu sisi, dan daya nilai pada setiap individu atau kelompok pada sisi yang
lain. Etos kerja, jika dikaitkan dengan agama berarti sikap atau pandangan atau
semangat manusia terhadap kerja yang dilakukan yang dipengaruhi oleh
nilai-nilai agama yang dianutnya.
B.
Urgensi dan
Tujuan Etos Kerja
Urgensi dan tujuan menjadi pengrajin dan perintah bekerja
keras dalam Islam, bukanlah sekedar memenuhi naluri, yakni hidup untuk
kepentingan pribadi. Islam memberikan pengarahan kepada satu tujuan filosofis
yang luhur, tujuan yang mulia, tujuan yang ideal yang sempurna yakni untuk
bertaabud memperhambakan diri, mencari keridhaan Allah SWT.
Semua usaha dan aktifitas seorang muslim, baik bercorak
duniawi, maupun bercorak ukhrawiyah pada hakekatnya tertuju pada satu titik
tumpuan falsafah hidup muslim, yaitu keridhaan Allah SWT. Seperti yang ditandaskan
dalam firman Allah SWT. “Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: Ayat 56)
Selain dari tujuan etos kerja diatas Hamzah Ya’qub
mengklasifikasikan urgensi dan tujuan etos kerja yaitu:[3]
1. Memenuhi kebutuhan hidup
Islam menyuruh untuk memenuhi
keperluan hidup. Islam menyuruh makan dan minum yang halal, suci bersih dan
sehat. Sudah tentu untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut, baik makan, minum,
pakaian, dan tempat tinggal mustilah dengan ikhtiyar dan rajin bekerja sebagai
manifestasi dari nilai etos kerja.
2. Memenuhi nafkah keluarga
Suami atau kepala rumah tangga yang
bertanggung jawab atau kesejahteraan dan kaharmonisan rumah tangga. Kewajiban
tanggung jawab tersebut menimbulkan konsekuensi bagi suami sebagai kepala
keluarga. Fungsi dan tanggung jawabnya itulah yang mengharuskannya bergerak
untuk bekerja. Memenuhi kebutuhan keluarga bukan hanya kewajiban dan tanggung
jawab semata, melainkan juga kebajikan yang mendapat pahala. Dengan kata lain
memberikan nafqah pada keluarga juga termasuk ibadah dalam pengertian yang
luas. Itulah salah satu tujuan yang mulia etos kerja dalam pandangan islam.
3. Menolak kemungkaran
Diantara tujuan ideal dari etos
kerja adalah menolak sejumlah kemungkaran yang mungkin dapat terjadi pada orang
yang menganggur. Dengan bekerja dan berusaha berarti menghilangkan salah satu
sifat dan sikap yang buruk berupa kemalasan dan pengangguran. Dengan demikian
bahwa tujuan ideal etos kerja adalah mencegah kemungkaran dan amar ma’ruf nahi
mungkar termasuk dalam rangkaian tugas kewajiban muslim.
C.
Ajaran Islam
Tentang Etos Kerja
Manusia
secara fitrah tidak bisa dipisahkan oleh pekerjaan. Manusia diciptakan oleh
Allah bukan hanya sebagai hiasan pekerjaan, namun juga sebagai suatu ciptaan
yang diberikan tugas, dan salah satunya adalah memelihara ciptaannya yaitu
menjadi khalifah dimuka bumi.
Al-Quran
dan hadis bagi setiap muslim merupakan suatu pedoman landasan moral di dalam
melaksanakan pekerjaannya, demi terbentuknya kualitas etos kerja yang tinggi.
Etos kerja pribadi muslim dapat dikatakan sebagaimana yang dikemukakan Sahlan
Samlawi “perilaku moral semestinya besendikan pada ajaran islam bagi seseorang
dalam melaksanakan pekerjaannya, karena etos kerja pribadi muslim adalah akhlak
seseorang dalam bekerja menurut ajaran Islam”. Islam mengajarkan, setiap orang
dituntut untuk bekerja atau berusaha, menyebar di muka bumi, dan memanfaatkan
rezeki.[4]
D. Hadist Tentang Etos Kerja
Kemauan
kerja merupakan fitrah dalam kejiwaan manusia yang hukumnya telah diputuskan
oleh kebutuhan manusia untuk mewujudkann keinginannya. Islam mempertajam,
mempersiapkan dan menolong kemauan ini agar tercapai sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh manusia itu sendiri. Dapat kita lihat hal itu, ketika Islam
menanamkan dalam jiwa muslim bahwa usaha yang baik adalah usaha yang tidak
terpisah dari imannya, dan bahwa ia wajib berusaha dengan bersungguh-sungguh.
Hadis yang terkait dengan etos kerja sangat banyak diantaranya sebagai berikut:[5]
1. Pekerjaan Yang Paling Baik
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ :
عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ(روه البزاروصحه الحاكم).
Terjemahan
Hadis: “Rifa’ah bin Rafi’i berkata bahwa Nabi SAW. Ditanya,
“Apa mata pencaharian yang paling baik?” Nabi menjawab, “Seseorang bekerja
dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih.” (Diriwayatkan oleh
Bazzar dan dishahkan oleh hakim)
Penjelasan
Hadis: Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya agar berusaha
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku
tangan saja atau berdoa mengharapkan rezeki datang dari langit tanpa
mengiringinya dengan usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula terlalu
mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah SWT, dan tidak
mau berdoa kepada-Nya. Diantara hikmah dari rezeki yang dihasilkan melalui
tangan sendiri terasa lebih nikmat daripada hasil kerja orang lain. Juga akan menumbuhkan
hidup hemat karena merasakan bagaimana sulitnya mencari rezeki. Selain itu, ia
pun tidak akan lagi menggantungkan hidupnya kepada orang lain, yang belum tentu
selamanya rida dan mampu membiayai hidupnya. Dalam hadis diatas pun dinyatakan
bahwa berjualan dengan cara yang baik, juga dikategorikan sebagai pekerjaan
yang paling baik, yaitu tidak hanya mengutamakan keuntungan semata sehingga
melanggar etika kejujuran dan melanggar rambu-rambu agama. Harus ingat bahwa
perbuatannya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah kelak. Dengan demikian,
dia tidak mengurangi timbangan, berbohong, menipu, dan lain-lain.
2.
Larangan
Meminta-Minta
عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْيَدَ الْعُلْيَا خَيْرٌ
مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى ، فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى
هِيَ السَّائِلَةُ
Terjemahan Hadis: “Ibnu Umar
r.a berkata, “Ketika Nabi SAW, berkhotbah di atas mimbar dan menyebut sedekah
dan minta-minta, beliau bersabda, “Tangan yang di atas lebih baik daripada
tangan yang di bawah, tangan yang di atas memberi dan tangan yang di bawah
meminta.” (H.R Bukhari)
[6]Penjelasan Hadis: Islam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan
memiliki badan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, melainkan hanya
menggantungkan hidupnya pada orang lain. Misalnya, dengan cara meminta-minta.
Keadaan seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat umat Islam yang mulia dan
memiliki kekuatan, sebagai dinyatakan dalam firman-Nya: “Kekuatan itu bagi
Allah bagi Rasul-Nya dan bagi kaum mukminin” (Q.S Munafiqun: Ayat 8). Dengan
demikian, seorang peminta-minta yang sebenarnya mampu mencari rezeki dengan tangannya,
selain telah merendahkan dirinya, ia pun secara tidak langsung telah
merendahkan ajaran agamanya yang melarang perbuatan tersebut. Bahkan
dikategorikan sebagai kufur nikmat karena tidak menggunakan tangan dan
anggota badannya untuk berusaha dan mencari rezeki. Dalam hadis diatas
dinyatakan secara tegas bahwa tangan orang yang diatas (pemberi sedekah) lebih
baik daripada tangan yang dibawah (yang diberi). Dengan kata lain, derajat
pemberi lebih tinggi daripada derajat peminta-minta. Maka seyogyanya bagi
setiap umat Islam yang memiliki kekuatan untuk mencari rezeki, berusahalah untuk
bekerja apa saja yang penting halal. Orang yang menjaga kehormatan diri, dengan
berusaha untuk tidak meminta-minta atau menggantungkan hidup pada orang lain,
ia akan dicukupkan oleh Allah. Pekerjaan yang tampak hina dan hanya menghasilan
sedikit uang lebih baik daripada meminta-minta dan menggantungkan hidup pada
orang lain.
3.
Mukmim Yang Kuat Mendapat Pujian
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ
وَأَحَبُّ إلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ ،
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُك وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ ، وَإِنْ
أَصَابَك شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ : لَوْ أَنِّي فَعَلْت كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا ،
وَلَكِنْ قُلْ : قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ اللَّهُ فَعَلَ ، فَإِنَّ لَوْ
تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
(ا خر جه مسلم)
Terjemahan Hadis: Abu
Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “Orang mukmin yang kuat
lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala
sesuatu, ia dipandang lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu.
Minta tolonglah kepada Allah. Janganlah lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah
berkata, ‘kalau aku berbuat begini, pasti begini dan begitu, tetapi katakanlah,
“Allah SWT, telah menentukan dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena
(kata) “kalau” akan mendorong pada perbuatan setan. (H.R Muslim)
[7]Penjelasan Hadis: hadist di atas mengandung tiga perintah dan dua larangan
yaitu sebagai berikut:
a. Memperkuat Iman, keimanan seseorang akan membawa kepada kemulian baginya, baik
di dunia maupun di akhirat. Kalau keimanannya kuat dan selalu diikuti dengan
melakukan amal shaleh, ia akan mendapatkan manisnya iman. orang yang kuat
imannya lebih baik daripada orang yang lemah imannya. Hal ini karena orang yang
kuat imannya akan berusaha untuk menjadikan segala aktivitas kehidupannya dalam
kebaikan.
b. Perintah untuk memanfaatkan waktu, Rasulullah SAW mengingkan agar umatnya mendapat kebahagiaan
di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, beliau memerintahkan umatnya untuk
memanfaatkan waktu seefektif mungkin bagi kegiatan-kegiatan yang bermanfaat,
baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat.
c. Memohon pertolongan Allah SWT, manusia hanya diwajibkan untuk berikhtiar, sedangkan yang
memutuskan keberhasilannya adalah Allah SWT. Orang mukmim sangat ditekankan
untuk memperbanyak doa agar Allah SWT menolongnya. Allah SWT tidak akan
menyia-nyiakan usaha dan pekerjaan hambanya. Oleh karena itu, bekerja dan
berusaha dengan sebaik-baiknya disertai permohonan dan petolongan Allah SWT
adalah sikap yang harus dilakukan oleh setiap muslim dalam kehidupannya.
d. Larangan membiarkan kelemahan, kelemahan seseorang berawal dari kemalasannya. Setiap orang
harus berusaha untuk mengubah segala kelemahannya yang ada pada dirinya karena
Allah SWT, tidak akan mengubahnya kalau orang tersebut tidak mau mengubahnya.
Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S Ar-Rad’:11)
e. Larangan untuk menyatakan “kalau”
(seandainya begini dan begitu pasti hasilnya begini, dalam berusaha tidak dapat dipastikan bahwa selamanya
berhasil. Suatu waktu, seseorang pasti mendapatkan kegagalan. Dalam menghadapi
keadaan seperti itu, Islam menganjurkan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada
Allah SWT. Karena hal itu sudah menadi kehendak-Nya dan manusia hanyalah
berusaha untuk berikhtiar. Pertanyaan “kalau begini dan begitu” merupakan
godaan setan untuk mendahului kehendak Allah SWT. Bahwa suatu usaha akan
berhasil jika Allah SWT tidak menghendaki keberhasilannya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadis tentang etos kerja diatas, dari segi makna hadis, mendorong kaum
muslim untuk bekerja keras sebagai mana Rasulullah SAW mencontohkan bagaimana
Nabi Daud AS. Ia sebagai seorang Nabi dan raja berusaha dengan tangannya
sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, begitu juga dengan
Rasulullah SAW sebagai seorang khalifah dan seorang Nabi, Ia bekerja dengan
tanggannya sendri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan menolong kaumnya
yang lain.
Bahkan dalam Islam disebutkan bahwa tangan di atas lebih baik dari pada
tangan dibawah. Maksudnya, seorang muslim di tuntut untuk bekerja bukan untuk
meminta-minta. Untuk itu nilai etos kerja harus dimulai dari jiwa pribadi
muslim itu sendiri untuk dapat merubahnya, dan Allah tidak akan merubah nasib
suatu kaum sebelum mereka mengubah sendiri.
B. Saran
Setelah mempelajari dan membaca materi ini,
kita diharapkan mampu memahami mengenai hadist yang berkaitan dengan etos kerja.
Sebagai manusia kita dituntut untuk berusaha dan bekerja dalam memenuhi
kebutuhan kehidupan kita. Bekerja dengan memohon pertolongan Allah SWT, dan
mengharapkan rido dari-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Syafe’i, Rachmat. 2000. AL-HADIS (Aqidah,
Akhlak, Sosial dan Hukum). Bandung: Pustaka Setia.
Rasyid, Abdul. 2011. Skripsi: Konsep Etos Kerja
Menurut Hadis. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. [versi elektronik] diakses
pada tanggal 20 Oktober 2017 pukul 10:36
Abidin, Zainal. Makalah: Hadis Etos Kerja.
Diakses pada tanggal 05 Oktober 2017 pukul 11:14 di http://zainalabidindalimunthe.blogspot.co.id/2010/11/etos-kerja.html.
[1] Abdul Rasyid, Skripsi: Konsep Etos Kerja Menurut
Hadis. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011. Hlm 9
[5] Rahmat Syafe’i, AL-HADIS (Aqidah, Akhlaq,
Sosial, dan Hukum), Bandung: Pustaka Setia, 2000 hlm 113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar