Cari Blog Ini

Jumat, 25 Mei 2018

Makalah Hadist tarbawi tentang Etos Kerja


M A K A L A H
HADIST TARBAWI
TENTANG
“Etos Kerja


Disusun Oleh :
Kelompok 3
Abby Ainul Yaqin
Nurul Utami Amalia
Putri Indah Suntari

  Dosen Pengampu:
Drs. Hasanuddin, M.HI

Pendidikan Matematika
 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi



KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Hadist Tarbawi ini yang berjudul “Etos Kerja”  ini dengan lancar. Shalawat beriringan salam tidak lupa penulis kirimkan kepada baginda kita  Nabi besar Muhammad shalallahu a’laihi wa sallam. 
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu dengan mata kuliah Hadist Tarbawi. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari buku panduan, jurnal, dan skripsi yang berkaitan dengan judul makalah, dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Hadist Tarbawi yaitu Bapak Drs. Hasanuddin, M.HI atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini dan juga kepada rekan-rekan yang telah mendukung sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dan dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan di masa depan.


Jambi, 22 Oktober 2017


            Penulis





DAFTAR ISI

Kata Pengantar_________________________________________________________ i

Daftar Isi_______________________________________________________________ ii

BAB I Pendahuluan_____________________________________________________ 1

A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................... 2

BAB II Pembahasan_____________________________________________________ 3

A. Pengertian
Etos Kerja............................................................................................ 3
B.
Urgensi Dan Tujuan Etos Kerja............................................................................. 4
......... C. Ajaran Islam Tentang Etos Kerja.......................................................................... 5
......... D. Hadist Tentang Etos Kerja, Terjemahan, dan Penjelasannya.............................. 6

.........
BAB III Penutup________________________________________________________ 10

A. Kesimpulan.........................................................................................................1
0
B. Saran .................................................................................................................1
0
Daftar Pustaka__________________________________________________________ 11


 BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

Al-Quran adalah dasar Tasyri’ Islam (hukum Islam) yang pertama. Sedangkan as-sunnah merupakan dasar Tasyri’ Islam yang kedua. Keduanya merupakan sumber ajaran islam. Hadis/sunnah menempati posisi yang penting dalam kehidupan umat Islam. Sebab didalamnya terdapat aturan-aturan yang tidak terdapat dalam al-Quran, karena al-Qur’an masih bersifat global, maka penjelas dari al-Qur’an itu adalah hadis.

Manusia tidak bisa dilepaskan dari pekerjaan. Manusia diciptakan oleh Allah bukan hanya sebagai hiasan pekerjaan, tetapi juga sebagai suatu ciptaan yang diberi tugas, dan salah satu tugasnya ialah memeliharan ciptaan ini dengan pekerjaannya. Dengan demikian, kerja merupakan tugas Ilahi, yang mengandung kewajiban dan hak.

Kerja sebagai suatu upaya untuk merubah kehidupan manusia, maka manusia dituntut untuk memiliki etos kerja yang tinggi dalam kehidupannya, karena mustahil bila kita tidak bekerja mendapatkan hidup yang layak. Islam sebuah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk meningkatkan usahannya dan ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Jumu’ah Allah SWT berfirman yang artinya: “ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S. Al-Jumu’ah: Ayat 10)

Dari ayat tersebut, menjelaskan bahwa kaum muslimin dianjurkan untuk bekerja keras. Sebab bekerja dan kesadaran bekerja mempunyai dua dimensi yang berbeda menurut pandangan Allah dan Rasul-Nya, karena makna dan hakikat bekerja adalah fitrah manusia yang dapat memanusiakan manusia itu sendiri lewat bekerja. Sedangkan dari kesadaran bekerja akan melahirkan nilai yang lebih bermakna dalam hidup. Berikut akan dijelaskan mengenai hadis tentang etos kerja.


B. Rumusan Masalah

1.    Apa pengertian etos kerja?
2.    Apa urgensi dan tujuan etos kerja?
3.    Bagaimana ajaran islam tentang etos kerja?
4.    Apa saja hadis tentang etos kerja, terjemahan, dan penjelasannya?

C.  Tujuan Penulisan

1.    Untuk memenuhi tugas makalah yang diberikan oleh dosen dengan mata kuliah
hadist tarbawi.
2.    Untuk mengetahui apa pengertian etos kerja.
3.    Untuk mengetahui apa urgensi dan tujuan etos kerja.
4.    Untuk mengetahui bagaimana ajaran islam tentang etos kerja.
5.    Untuk mengetahui apa saja hadis mengenai etos kerja, terjemahan, dan penjelasannya.

D.    Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan dapat tercapai, maka hasil penulisan akan memiliki manfaat, diantaranya sebagai berikut:
1.    Bagi penulis. Pertama, sebagai pengetahuan awal yang memberikan nuasa tersendiri dalam upaya pengembangan potensi diri baik secara intelektual maupun akademis. Kedua, untuk menambah wawasan dan sebagai sebuah pengalaman berharga dalam ilmu pengetahuan bersifat responsif dan kreatif.
2.    Bagi Lembaga. Dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengembangkan disiplin ilmu.
3.    Bagi Masyarakat. Hasil penulisan ini berguna bagi semua lapisan masyarkat pendidikan dan diharapkan mampu untuk menambah wawasan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya etos kerja



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Etos Kerja
Etos kerja terdiri dari dua suku kata yang berbeda, yaitu “etos” dan “kerja”. Secara etimologis etos berasal dari kata Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. [1]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos berarti pandangan hidup yang khas suatu golongan sosial. Sedangkan etos kebudayaan adalah sifat, nilai, dan adat istiadat khas yang memberi watak pada kebudayaan suatu golongan sosial dimasyarakat. Dan dalam arti yang sederhana makna etos menurut Jansen Sinamo adalah adat istiadat atau kebiasaan.
Kata yang kedua adalah kerja yang dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan atau diperbuat. Atau dapat pula diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata pencaharian. Dalam kamus munjid disebutkan kerja berarti ‘amila, kasaba, dan saa, namun kata kasaba memiliki arti yang menunjukkan pada sebuah pekerjaan yang menghasilkan keuntungan.
“Kerja” jika dijalankan sesuai ajaran Islam, ia merupakan salah satu bentuk jihad yang tidak dapat dipisahkan dari signifikansi religius dan spritual yang tercakup didalamnya. Didalam bahasa Arab kata “kerja” biasanya disebut ‘amal dan shun’ yang nanti akan melahirkan berbagai derivasinya, seperti ma’mal (laboratorium) atau shani’ (produsen0. Diantara kedua kata ini, yang pertama berarti “tindakan”, sedangkan yang kedua berarti “membuat” atau memproduksi” sesuatu yang dalam pengertian aristik dan keterampilan.
Sedangkan menurut Toto Tasmara (2002), kerja adalah segala aktifitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.
Apabila etos dihubungkan dengan kerja, maknanya lebih khas. Etos kerja adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata dengan arti yang menyatu. Ia membentuk perilaku individual dan sosial masyarakat. Dapat pula bermakna semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau kelompok. Selain itu juga sering diartikan sebagai setiap kegiatan manusia dengan sengaja diarahkan pada suatu tujuan tertentu. Tujuan itu adalah kekayaan manusia itu sendiri, baik itu jasmani atau rohani atau pertahanan terhadap kekayaan yang telah diperoleh.[2]
Dengan demikian etos kerja merupakan sikap atau pandangan manusia terhadap kerja yang dilakukan, yang dilatarbelakangi nilai-nilai yang diyakininya. Atau ringkasnya etos kerja adalah double standar of life yaitu sebagai daya dorong di satu sisi, dan daya nilai pada setiap individu atau kelompok pada sisi yang lain. Etos kerja, jika dikaitkan dengan agama berarti sikap atau pandangan atau semangat manusia terhadap kerja yang dilakukan yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama yang dianutnya.
B.  Urgensi dan Tujuan Etos Kerja
Urgensi dan tujuan menjadi pengrajin dan perintah bekerja keras dalam Islam, bukanlah sekedar memenuhi naluri, yakni hidup untuk kepentingan pribadi. Islam memberikan pengarahan kepada satu tujuan filosofis yang luhur, tujuan yang mulia, tujuan yang ideal yang sempurna yakni untuk bertaabud memperhambakan diri, mencari keridhaan Allah SWT.
Semua usaha dan aktifitas seorang muslim, baik bercorak duniawi, maupun bercorak ukhrawiyah pada hakekatnya tertuju pada satu titik tumpuan falsafah hidup muslim, yaitu keridhaan Allah SWT. Seperti yang ditandaskan dalam firman Allah SWT. “Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: Ayat 56)
Selain dari tujuan etos kerja diatas Hamzah Ya’qub mengklasifikasikan urgensi dan tujuan etos kerja yaitu:[3]
1.    Memenuhi kebutuhan hidup
Islam menyuruh untuk memenuhi keperluan hidup. Islam menyuruh makan dan minum yang halal, suci bersih dan sehat. Sudah tentu untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut, baik makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal mustilah dengan ikhtiyar dan rajin bekerja sebagai manifestasi dari nilai etos kerja.
2.    Memenuhi nafkah keluarga
Suami atau kepala rumah tangga yang bertanggung jawab atau kesejahteraan dan kaharmonisan rumah tangga. Kewajiban tanggung jawab tersebut menimbulkan konsekuensi bagi suami sebagai kepala keluarga. Fungsi dan tanggung jawabnya itulah yang mengharuskannya bergerak untuk bekerja. Memenuhi kebutuhan keluarga bukan hanya kewajiban dan tanggung jawab semata, melainkan juga kebajikan yang mendapat pahala. Dengan kata lain memberikan nafqah pada keluarga juga termasuk ibadah dalam pengertian yang luas. Itulah salah satu tujuan yang mulia etos kerja dalam pandangan islam.
3.    Menolak kemungkaran
Diantara tujuan ideal dari etos kerja adalah menolak sejumlah kemungkaran yang mungkin dapat terjadi pada orang yang menganggur. Dengan bekerja dan berusaha berarti menghilangkan salah satu sifat dan sikap yang buruk berupa kemalasan dan pengangguran. Dengan demikian bahwa tujuan ideal etos kerja adalah mencegah kemungkaran dan amar ma’ruf nahi mungkar termasuk dalam rangkaian tugas kewajiban muslim.
C.  Ajaran Islam Tentang Etos Kerja
Manusia secara fitrah tidak bisa dipisahkan oleh pekerjaan. Manusia diciptakan oleh Allah bukan hanya sebagai hiasan pekerjaan, namun juga sebagai suatu ciptaan yang diberikan tugas, dan salah satunya adalah memelihara ciptaannya yaitu menjadi khalifah dimuka bumi.
Al-Quran dan hadis bagi setiap muslim merupakan suatu pedoman landasan moral di dalam melaksanakan pekerjaannya, demi terbentuknya kualitas etos kerja yang tinggi. Etos kerja pribadi muslim dapat dikatakan sebagaimana yang dikemukakan Sahlan Samlawi “perilaku moral semestinya besendikan pada ajaran islam bagi seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, karena etos kerja pribadi muslim adalah akhlak seseorang dalam bekerja menurut ajaran Islam”. Islam mengajarkan, setiap orang dituntut untuk bekerja atau berusaha, menyebar di muka bumi, dan memanfaatkan rezeki.[4]
D.  Hadist Tentang Etos Kerja
Kemauan kerja merupakan fitrah dalam kejiwaan manusia yang hukumnya telah diputuskan oleh kebutuhan manusia untuk mewujudkann keinginannya. Islam mempertajam, mempersiapkan dan menolong kemauan ini agar tercapai sesuai dengan apa yang diinginkan oleh manusia itu sendiri. Dapat kita lihat hal itu, ketika Islam menanamkan dalam jiwa muslim bahwa usaha yang baik adalah usaha yang tidak terpisah dari imannya, dan bahwa ia wajib berusaha dengan bersungguh-sungguh. Hadis yang terkait dengan etos kerja sangat banyak diantaranya sebagai berikut:[5]
1.   Pekerjaan Yang Paling Baik
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ(روه البزاروصحه الحاكم).
Terjemahan Hadis: “Rifa’ah bin Rafi’i berkata bahwa Nabi SAW. Ditanya, “Apa mata pencaharian yang paling baik?” Nabi menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih.” (Diriwayatkan oleh Bazzar dan dishahkan oleh hakim)
Penjelasan Hadis: Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya agar berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku tangan saja atau berdoa mengharapkan rezeki datang dari langit tanpa mengiringinya dengan usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah SWT, dan tidak mau berdoa kepada-Nya. Diantara hikmah dari rezeki yang dihasilkan melalui tangan sendiri terasa lebih nikmat daripada hasil kerja orang lain. Juga akan menumbuhkan hidup hemat karena merasakan bagaimana sulitnya mencari rezeki. Selain itu, ia pun tidak akan lagi menggantungkan hidupnya kepada orang lain, yang belum tentu selamanya rida dan mampu membiayai hidupnya. Dalam hadis diatas pun dinyatakan bahwa berjualan dengan cara yang baik, juga dikategorikan sebagai pekerjaan yang paling baik, yaitu tidak hanya mengutamakan keuntungan semata sehingga melanggar etika kejujuran dan melanggar rambu-rambu agama. Harus ingat bahwa perbuatannya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah kelak. Dengan demikian, dia tidak mengurangi timbangan, berbohong, menipu, dan lain-lain.
2.   Larangan Meminta-Minta
عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْيَدَ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى ، فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ
Terjemahan Hadis: “Ibnu Umar r.a berkata, “Ketika Nabi SAW, berkhotbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, tangan yang di atas memberi dan tangan yang di bawah meminta.” (H.R Bukhari)
[6]Penjelasan Hadis: Islam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan memiliki badan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, melainkan hanya menggantungkan hidupnya pada orang lain. Misalnya, dengan cara meminta-minta. Keadaan seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat umat Islam yang mulia dan memiliki kekuatan, sebagai dinyatakan dalam firman-Nya: “Kekuatan itu bagi Allah bagi Rasul-Nya dan bagi kaum mukminin” (Q.S Munafiqun: Ayat 8). Dengan demikian, seorang peminta-minta yang sebenarnya mampu mencari rezeki dengan tangannya, selain telah merendahkan dirinya, ia pun secara tidak langsung telah merendahkan ajaran agamanya yang melarang perbuatan tersebut. Bahkan dikategorikan sebagai kufur nikmat karena tidak menggunakan tangan dan anggota badannya untuk berusaha dan mencari rezeki. Dalam hadis diatas dinyatakan secara tegas bahwa tangan orang yang diatas (pemberi sedekah) lebih baik daripada tangan yang dibawah (yang diberi). Dengan kata lain, derajat pemberi lebih tinggi daripada derajat peminta-minta. Maka seyogyanya bagi setiap umat Islam yang memiliki kekuatan untuk mencari rezeki, berusahalah untuk bekerja apa saja yang penting halal. Orang yang menjaga kehormatan diri, dengan berusaha untuk tidak meminta-minta atau menggantungkan hidup pada orang lain, ia akan dicukupkan oleh Allah. Pekerjaan yang tampak hina dan hanya menghasilan sedikit uang lebih baik daripada meminta-minta dan menggantungkan hidup pada orang lain.

3.   Mukmim Yang Kuat Mendapat Pujian
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُك وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ ، وَإِنْ أَصَابَك شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ : لَوْ أَنِّي فَعَلْت كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا ، وَلَكِنْ قُلْ : قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ اللَّهُ فَعَلَ ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ (ا خر جه مسلم)
Terjemahan Hadis: Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu, ia dipandang lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah. Janganlah lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah berkata, ‘kalau aku berbuat begini, pasti begini dan begitu, tetapi katakanlah, “Allah SWT, telah menentukan dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena (kata) “kalau” akan mendorong pada perbuatan setan. (H.R Muslim)
[7]Penjelasan Hadis: hadist di atas mengandung tiga perintah dan dua larangan yaitu sebagai berikut:
a.   Memperkuat Iman, keimanan seseorang akan membawa kepada kemulian baginya, baik di dunia maupun di akhirat. Kalau keimanannya kuat dan selalu diikuti dengan melakukan amal shaleh, ia akan mendapatkan manisnya iman. orang yang kuat imannya lebih baik daripada orang yang lemah imannya. Hal ini karena orang yang kuat imannya akan berusaha untuk menjadikan segala aktivitas kehidupannya dalam kebaikan.
b.   Perintah untuk memanfaatkan waktu, Rasulullah SAW mengingkan agar umatnya mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, beliau memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan waktu seefektif mungkin bagi kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat.
c.   Memohon pertolongan Allah SWT, manusia hanya diwajibkan untuk berikhtiar, sedangkan yang memutuskan keberhasilannya adalah Allah SWT. Orang mukmim sangat ditekankan untuk memperbanyak doa agar Allah SWT menolongnya. Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan usaha dan pekerjaan hambanya. Oleh karena itu, bekerja dan berusaha dengan sebaik-baiknya disertai permohonan dan petolongan Allah SWT adalah sikap yang harus dilakukan oleh setiap muslim dalam kehidupannya.
d.   Larangan membiarkan kelemahan, kelemahan seseorang berawal dari kemalasannya. Setiap orang harus berusaha untuk mengubah segala kelemahannya yang ada pada dirinya karena Allah SWT, tidak akan mengubahnya kalau orang tersebut tidak mau mengubahnya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga  mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S Ar-Rad’:11)
e.   Larangan untuk menyatakan “kalau” (seandainya begini dan begitu pasti hasilnya begini, dalam berusaha tidak dapat dipastikan bahwa selamanya berhasil. Suatu waktu, seseorang pasti mendapatkan kegagalan. Dalam menghadapi keadaan seperti itu, Islam menganjurkan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Karena hal itu sudah menadi kehendak-Nya dan manusia hanyalah berusaha untuk berikhtiar. Pertanyaan “kalau begini dan begitu” merupakan godaan setan untuk mendahului kehendak Allah SWT. Bahwa suatu usaha akan berhasil jika Allah SWT tidak menghendaki keberhasilannya.








BAB III
    PENUTUP
A.     Kesimpulan

Hadis tentang etos kerja diatas, dari segi makna hadis, mendorong kaum muslim untuk bekerja keras sebagai mana Rasulullah SAW mencontohkan bagaimana Nabi Daud AS. Ia sebagai seorang Nabi dan raja berusaha dengan tangannya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, begitu juga dengan Rasulullah SAW sebagai seorang khalifah dan seorang Nabi, Ia bekerja dengan tanggannya sendri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan menolong kaumnya yang lain.
Bahkan dalam Islam disebutkan bahwa tangan di atas lebih baik dari pada tangan dibawah. Maksudnya, seorang muslim di tuntut untuk bekerja bukan untuk meminta-minta. Untuk itu nilai etos kerja harus dimulai dari jiwa pribadi muslim itu sendiri untuk dapat merubahnya, dan Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah sendiri.

B.    Saran
Setelah mempelajari dan membaca materi ini, kita diharapkan mampu memahami mengenai hadist yang berkaitan dengan etos kerja. Sebagai manusia kita dituntut untuk berusaha dan bekerja dalam memenuhi kebutuhan kehidupan kita. Bekerja dengan memohon pertolongan Allah SWT, dan mengharapkan rido dari-Nya.










DAFTAR PUSTAKA


Syafe’i, Rachmat. 2000. AL-HADIS (Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum). Bandung: Pustaka Setia.

Rasyid, Abdul. 2011. Skripsi: Konsep Etos Kerja Menurut Hadis. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. [versi elektronik] diakses pada tanggal 20 Oktober 2017 pukul 10:36

Abidin, Zainal. Makalah: Hadis Etos Kerja. Diakses pada tanggal 05 Oktober 2017 pukul 11:14 di http://zainalabidindalimunthe.blogspot.co.id/2010/11/etos-kerja.html.




[1] Abdul Rasyid, Skripsi: Konsep Etos Kerja Menurut Hadis. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011. Hlm 9
[2] Ibid hlm 12
[3] Ibid hlm 17-19
[4]  Ibid hlm  19
[5]  Rahmat Syafe’i, AL-HADIS (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum), Bandung: Pustaka Setia, 2000 hlm 113
[6] Ibid hlm 122-125
[7] Ibid hlm 127- 130









Tidak ada komentar:

Posting Komentar