Cari Blog Ini

Sabtu, 16 September 2017

Makalah Tafsir Ayat Tarbawi


MAKALAH

TAFSIR AYAT TARBAWI
TENTANG
Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
Tafsir Surat Al-Mumtahanah 6:8-9, Tafsir Surat Ali Imran 3:118, 
Tafsir Surat Al-Maidah 5:5, dan Tafsir Surat Al-Kafirun 109:1-6















Disusun Oleh :
Putri Indah Suntari
TM. 161344

  Dosen Pengampu:
  Yogia prihartini, M.Pd

Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi




DAFTAR ISI


Halaman Judul

Daftar Isi

Kata Pengantar

BAB I Pendahuluan:
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan


BAB II Pokok Bahasan:
Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
2.1  Tafsir Surat Al-Mumtahanah 6:8-9
2.2  Tafsir Surat Ali Imran 3:118
2.3  Tafsir Surat Al-Maidah 5:5
2.4  Tafsir Surat Al-Kafirun 109:1-6

BAB III Kesimpulan

BAB IV Daftar Pustaka



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerukunan Hidup Antar Umat Agama (Tafsir surat Al-Mumtahanah 60: 8-9, Ali-Imran 3: 118, Al-Maidah 5: 5, dan Al-Kafirun 109: 1-6 ”  ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu dengan mata kuliah Tafsir Ayat Tarbawi.
Shalawat serta salam senantiasa dihaturkan untuk junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, beserta keluarga dan sahabatnya yang dengan setia berjuang menegakkan ajaran Islam di muka bumi.
Selanjutnya makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan judul makalah, tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ayat Tarbawi atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini dan juga kepada rekan-rekan yang telah mendukung sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, adanya makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan di masa depan.






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Hubungan keimanan dengan pandangan hidup positif lebih lanjut dikemukakan Nurcholish Madjid sebagai berikut : Iman kepada Allah, yang menumbuhkan rasa aman dan kesadaran mengemban amanat ibali itu, menyatakan diri ke luar, dalam sikap-sikap terbuka, percaya kepada diri sendiri (karena bersandar, yakni (tawakkal) kepada Tuhan), dan karena kententeraman yang diperoleh dari orientasi hidup kepada-Nya. Korelasi pandangan hidup seperti itu ialah sikap terbuka kepada sesama manusia, dalam bentuk kesediaan yang tulus untuk menghargai pikiran dan pendapat mereka yang otentik, kemudian mengambil dan mengikuti mana yang terbaik.
Namun demikian, di dunia ini selain agama Islam yang ajaran dasarnya sebagaimana disebutkan di atas, terdapat pula agama lain. Dalam perjalanan sejarahnya, agama-agama tersebut terkadang memperlihatkan hubungan yang harmonis dan mesra, dan terkadang memperlihatkan pula hubungan yang tegang dan membawa malapetaka. Khusus mengenai hubungan anatara Islam dan Kristen misalnya,dikemukan oleh Alwi Shihab sebagai berikut:
Agama Kristen telah berhubungan dengan agama Islam selama lebih dari empat belas abad. Rentang waktu yang begitu panjang dan terus menerus dalam hubungan itu telah menjadi saksi dari berbagai perubahan dan naik-turunya batas-batas kebudayaan dan teritorial anatara keduanya. Ia juga ditandai dengan periode panjang konfrontasi sekaligus kerja sama yang produktif. Tetapi bagaimanapun juga, pola hubungan yang paling dominan anatara kedua tradisi keimanan ini adalah permusuhan, kebencian, dan kencurigaan, ketimbang persahabatan dan saling memahami.
Demikian pula hubungan Islam dengan Agama Hindu yang tejadi di India, hingga kini banyak diwarnai konflik dan permusuhan serta perperangan yang menelan korban jiwa. Keadaan ini pada gilirannya mendorong untuk mempertanyakan ajaran dasar masing-masing. Yaitu apakah sumber konflik itu berasal dari ajaran dasar masing-masing agama tersebut, atau sebab lain yang kemudian mengatasnamakan agama? Jika memang berdasar pada ajaran agama masing-masing, maka peran dan fungsi agama sebagai pedoman yang dapat menciptakan keadaan yang aman dan tenang menjadi tidak relevan lagi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membawa kita untuk mengkaji lebih lanjut tentang bagaimana sebenarnya ajaran Islam pada khususnya dan ajaran agama lainnya dalam menata hubungan dengan agama-agama lain yang ada di dunia ini. Oleh karena itu dibahas lebih lanjut dalam makalah ini dengan konsep Al-Quran.

1.2 Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Tafsir Surat Al-Mumtahanah 6:8-9?
  2. Bagaimana Tafsir Surat Ali Imran 3:118?
  3. Bagaimana Tafsir Surat Al-Maidah 5:5?
  4. Bagaimanaa Tafsir Surat Al-Kafirun 109:1-6?
1.3  Tujuan Penulisan
1.    Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Tafsir Ayat Tarbawi.
2.    Untuk Memahami Pentingnya Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama.
3.    Untuk Mengetahui Tafsir Surat Al-Qur’an Mengenai Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tafsir Surat Al-Mumtahanah 6: 8-9

      Al-Qur’an menggambarkan adanya orang-orang penganut agama lain (Yahudi, Nasrani, Penyembah bintang, dan lain-lain) sebagai orang yang baik, berdamai, toleran, dan bersahabat. Hal ini terjadi karena agama yang mereka anut belum ditumpangi pengaruh-pengaruh keduniaan yang bersifat temporer, seperti ekonomi, politik, dan sebagainya. Agama yang mereka anut diikat oleh perasaan kemanusiaan, keharusan berbuat adil dan ketuhanan yang bersifat universal dan lintas etnis, budaya, bangsa dan sebagainya. Dengan demikian perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk berbuat adil dan kemanusiaan. Kenyataan inilah yang diungkapkan dalam surat al-Mumtahanah ayat 8 di bawah ini.
لاينهكم الله عن الذ ين لم يقتلو كم فى الد ين و لم يخرجو كم من دير كم ان تبروهم وتقسطوا ا ليهم ان الله يهب المقسطين 

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Namun bersamaan dengan itu, al-Qur’an secara obyektif menginformasikan adanya orang-orang yang berlainan agama yang bertindak memusuhi dan memerangi ummat Islam, yang disebabkan karena faktor-faktor yang berada di luar agama, yakni faktor ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya sebagaimana tersebut di atas. Adanya realitas seperti ini dinyatakan dalam surat al-Mumtahanah ayat 9 berikut ini.

انما ينهكم الله عن الذ ين قتلو كم فى الد ين واخر جو كم من دياركم وظهروا على اجرا جكم ان تولوهم ومن يتو لهم فاولئك هم الظلمون

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim


2.2 Tafsir Surat Ali’ Imran ayat 118

       Terhadap orang-orang yang memusuhi ummat Islam, Allah SWT mengingatkan agar bertindak waspada dan hati-hati. Mereka senantiasa mengintai orang-orang Islam untuk satu saat menjatuhkannya. Namun Allah SWT sama sekali tidak menyebutkan agama sebagai faktor yang menyebabkan mereka memusuhi orang Islam itu. Kenyataan inilah yang diungkap dalam surat Ali’Imran ayat 118 berikut ini.

يايها الذ ين امنوا لاتتخذوا بطا نة من دو نكم لا يالو نكم خبا لاودوا ما عنتم قد بدتالبغضاء من افواههم وما تخفى صدورهم اكبرقدبينا لكم الايت ان كنتم تعقلون

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sesungguhnya telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (kami), jika kamu memahaminya.


2.3 Tafsir Surat Al-Maidah ayat 5

      
Al-Qur’an mengemukakan adanya orang Yahudi dan Nasrani yang berkelakuan buruk dan harus dikutuk; dan mengakui pula adanya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang bersikap netral bahkan berbuat baik dengan penganut agama lain, khususnya orang-orang Islam.Tentang adanya Ahlu al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang bersifat netral antara lain dinyatakan dalam surat Al-Maidah ayat 5 sebagai berikut.

اليوم احل لكم الطيبت وطعام الذين اوتو الكتب حل لكم وطعا مكم حل لهم والمحصنت من المو منت والمحصنت من الذين اوتو الكتب من قبلكم اذا اتيتموهن اجورهن محصنين غير مسا فحين ولا متخذى اخدان ومن يكفر بالايمن فقد حبط عمله وهو فى الا خرة من الخسرين

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang    merugi.


2.4 Tafsir Surat al-Kafirun, 109:1-6
       Di pihak lain terdapat pula orang-orang Ahl al-kitab, Yahudi dan Nasrani yang tidak mematuhi ajarannya. Mereka itu selanjutnya disebut sebagai orang kafir dan musyrik yang kelak akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam karena pilihannya sendiri, yakni memilih kafir dan musyrik. Namun perlu diingat, bahwa mereka tidak semuanya, melainkan hanya sebagian kecil. Hal ini dinyatakan dalam al-Qur’an, yang artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dari sebagian Ahl al-Kitab, dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.(Q.S. al-Bayyinah,98:6).

        Orang-orang yang demikian itulah yang suka menggangu penganut agama lain, sehingga dapat menimbulkan pertentangan antara satu dan lainnya. Mereka sering mempermainkan agama, mereka ingin mencampuradukkan antara agama yang satu dengan agama lainnya. Atau menganut agama secara berganti-gantian, yakni terkadang menganut agama yang satu dan terkandang menganut agama lainnya. Sikap yang demikian itulah yang digambarkan dalam surat al-Kafirun sebagai berikut.

قل يا يها الكفرون. لااعبد ماتعبدون. ولاانتم عبدون ما اعبد. ولاانا عا بد ما عبدتم. ولا انتم عبدون ما اعبد. لكم دينكم و لي دين.


Katakanlah: “Hai orang-orang kafir”! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku-lah agamaku. (Q.S.al-Kafirun, 109:1-6)

                                                                                                                                                                                                                                                           




BAB III
KESIMPULAN

       Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, dapat diketahui bahwa agama Islam bukanlah faktor yang menjadi penghambat dalam membina hubungan antara pemeluk agama. Al-Qur’an al-Karim telah meletakkan ajaran tentang kerukunan hidup antara umat beragama secara adil dan proposional. Uraian tersebut menggambarkan tiga hal sebagai berikut.
Pertama, bahwa di antara penganut ummat beragama memang terdapat kelompok yang menyimpang dari agamanya. Hal ini terdapat pada semua agama, termasuk dalam penganut agama Islam sendiri. Mereka yang demikian itulah yang sering mempergunakan agama sebagai alat untuk kepentingn dan tujuan politik, kekuasaan, ekonomi dan lain sebagainya.
Kedua, bahwa diantara penganut agama lain itu ada tidak sama dengan kelompok pertama. Dalam al-Qur’an dinyatakan : Mereka itu tidak sama. Di antara Ahl al-Kitab ada golongan yang berlaku lurus. Mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud.(Q.S Ali Imran, 3:113)
terdapat kelompok yang demikian itu, ummat Islam dapat melakukan persahabatan dengan baik, dalam batas-batas yang tidak mencampuradukkan agama masing-masing.
Ketiga, ada kelompok yang ambivalen, yaitu kelompok yang keimanannya bercampur aduk antara agama-agama yang dianutnya. Kelompok ini terkadang tampil dalam format Islam dan terkadang tampil dalam format lain.
Selanjutnya dalam rangka membangun kerukunan antar Ummar beragama ini, ummat Islam harus melihat pula adanya persamaan-persamaan di antara ummat beragama tersebut. Dari segi agama mungkin berbeda. Namun sebagai manusia mereka memiliki persamaan. Mereka sama-sama keturunan Nabi Adam, diciptakan dari bahan dan struktur tubuh yang sama, hidup di bumi yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama, menghirup udara yang sama, dibatasi oleh kematian yang sama, memiliki potensi rohaniah yang sama (yakni akal, hati, jiwa dan perasaan), kecendrungan psikologis yang sama (merasa ingin ber-Tuhan, ingin dihargai, ingin dihormati, ingin disayangi dan seterusnya). Dengan adanya banyak sekali unsur persamaan ini maka tidaklah beralasan jika perbedaan agama membawa kepada perpecahan. Secara keyakinan berbeda tetapi secara manusia adalah sama. Untuk itu jika suatu ketika ada orang yang terkena musibah, maka harus segera dibantu, tanpa mempertanyakan agama yang dianutnya. Hal yang demikian dilakukan karena musibah yang terjadi, seperti kecelakaan adalah bukan persoalan agama, tetapi persoalan kemanusiaan.  
Dalam al-Qur’an persoalan kemanusiaan ini termasuk hal yang diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Dengan cara demikian itulah kerukunan antara umat beragama di Indonesia ini dapat diciptakan.                                     



BAB IV
  DAFTAR PUSTAKA


Nata, Abuddin, Haji, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017)





Makalah Pembelajaran yang efektif

Makalah
Psikologi Pendidikan
TENTANG“Pembelajaran yang Efektif
     

Disusun Oleh :
Putri Indah Suntari
TM.161344

  Dosen Pengampu:
  Hamdi Zaspendi, M.Pd.I

Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi




DAFTAR ISI

Halaman Judul

Daftar Isi

Kata Pengantar

BAB I Pendahuluan:
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II Pembahasan: Pembelajaran yang Efektif
2.1 Definisi Pembelajaran
2.2 Tipe Pembelajaran
2.3 Indikator Keberhasilan Pembelajaran
2.4 Pembelajaran yang Efektif

BAB III Kesimpulan

BAB IV Daftar Pustaka







KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembelajaran yang Efektif”  ini dengan lancar. Shalawat beriringan salam tidak lupa penulis kirimkan kepada baginda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu dengan mata kuliah Psikologi Pendidikan. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan judul makalah, tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini dan juga kepada rekan-rekan yang telah mendukung sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, adanya makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari kata sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan di masa depan.


                                                               Jambi, 22 April 2017
                                                                                                                                                                           Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. 
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan suatu bidang profesi, mempunyai peranan yang sangat vital didalam proses belajar mengajar untuk membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang sangat luas. Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan suatu proses belajar mengajar ini 60% terletak ditangan guru.

1.2    Rumusan Masalah
1. Apa definisi pembelajaran?
2. Apa saja tipe pembelajaran?
3. Apa saja indikator keberhasilan pembelajaran?
4. Apa itu pembelajaran yang efektif?

1.3    Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas makalah.
2. Untuk mengetahui apa itu definisi pembelajaran
3. Untuk mengatahui apa saja tipe pembelajaran.
4. Untuk mengetahui indikator keberhasilan pembelajaran seperti apa.
5. Untuk mengetahui bagaimanan pembelajaran yang efektif.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pembelajaran
       Istilah pembelajaran berasal dari bahasa Inggris “instruction” yang dimaksud sebagai usaha yang bertujuan membantu orang belajar (Gagne & Briggs, 1979). Gagne (1977) mendefinisikan pembelajaran sebagai serangkaian peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung beberapa proses belajar, yang bersifat internal. Menurut Miarso (2004), pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yan relatif menetap pada diri orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan atau kompentensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Dapat pula dikatakan bahwa pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik atau orang dewasa lainnya untuk membuat pembelajar dapat belajar dan mencapai hasil belajar yang maksimal.
    Smith dan Ragan (1993) menyatakan bahwa pembelajaran adalah desain dan pengembangan penyajian informasi dan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada hasil belajar tertentu. Walter Dick (dalam Duffy dan Jonassen, 1992) mendefinisikan pembelajaran sebagai intervensi pendidikan yang dilaksanakan dengan tujuan tertentu, bahan atau prosedur yang ditargetkan pada pencapaian tujuan tersebut, dan pengukuran yang menentukan perubahan yang diinginkan pada perilaku. Dengan membandingkannya dengan istilah kurikulum, Snelbecker, seperti yang dikutip oleh Reigeluth (1983), menyatakan bahwa perbedaan utama antara kurikulum dan pembelajaran adalah bahwa kurikulum berkaitan dengan apa yang diajarkan sedang pembelajaran berkaitan dengan bagaimanan mengajarkannya.
    Dari uraian diatas, tampaklah bahwa pembelajaran bukan menitikberatkan pada “apa yang dipelajari”, melainkan pada “bagaimana membuat pembelajar mengalami proses belajar”, yaitu cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan cara pengorganisasian materi, cara penyampaian pelajaran, dan cara mengelola pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran ada dua, yaitu: (1) merancang tujuan belajar, dan (2) mengidentifikasikan peristiwa pembelajaran yang tepat untuk tujuan yang ditentukan (Bell-Gredler, 1986).
    Dalam penggunaan sehari-hari, istilah pembelajaran sering kali disamakan dengan istilah pengajaran, padahal keduannya memiliki asal kata yang berbeda. Pembelajaran berasal dari kata dasar “belajar”, sedang pengajaran berasal dari kata dasar “mengajar”. Dengan demikian, istilah pembelajaran lebih berfokus pada proses belajar yang terjadi pada diri sendiri pembelajar, sedang istilah pengajaran lebih berorientasi pada proses mengajar yang dilakukan oleh guru. Menurut Miarso (2004: 528), pembelajaran adalah usaha mengelola lingkungan belajar dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu, sedang pengajaran adalah usaha membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik yang biasanya berlangsung dalam situasi formal/resmi. Penggunaan istilah pembelajaran dianggap lebih tepat karena berfokus pada semua peristiwa yang langsung memengaruhi belajar individu (Gagne dan Briggs, 1979). Selain itu, pembelajaran lebih luas karena dapat disampaikan di mana pun, kapan pun dan dengan media apa pun tanpa menuntut kehadiran seorang "pengajar”,
    Pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan oleh pendidikan terhadap peserta didik, baik secara formal di sekolah maupun secara informal dan nonformal di rumah dan di masyarakat. Tugas pembelajaran di sekolah diemban oleh guru, di rumah oleh orang tua dan di masyarakat oleh para tokoh masyarakat. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, memberikan pembelajaran merupakan salah satu komponen dari kompentensi-kompentensi guru. Setiap guru harus menguasai dan terampil melaksanakan tugas pembelajaran itu.
    Pembelajaran yang lama didasarkan pada anggapan bahwa pembelajar adalah konsumen, hasil belajar yang terpenting adalah prestasi individu, dicirikan dengan pengotak-kotakan (orang dan pokok masalah), dikontrol secara terpusat, pengajar sebagai terlaksana program, bersifat verbal dan kognitif, dan program pembelajaran sebagai proses jalur perakitan, sedang pembelajaran modern didasarkan pada anggapan bahwa pembelajar adalah kreator, hasil belajar yang terpentinng adalah kerja sama dan prestasi kelompok, dicirikan dengan saling keterkaitan, belajar sebagai aktivitas seluruh pikiran dan badan, dan program pembelajaran menyediakan lingkungan belajar yang kaya-pilihan dan cocok untuk seluruh gaya belajar (Meier, 2002).

2.2 Tipe Pembelajaran
       Secara umum, ada dua tipe pembelajaran, yaitu pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung. Pembelajaran langsung adalah suatu bentuk pembelajaran di mana guru secara langsung menyampaikan pelajaran, mendemonstrasikan, menjelaskan, dan mengasumsikan tanggung jawab utama untuk kemajuan pelajaran, serta menyesuaikan apa yang dilakukannya dengan usia dan kemampuan siswa. Menurut Blair (dalam Elliot dkk., 1996), prestasi siswa dapat dicapai lebih tinggi dalam kelas di mana mereka diajar langsung oleh guru mereka dibandingkan mereka belajar sendiri. Banyak aktivitas yang terlibat dalam pembelajaran langsung, mencakup: penyajian pelajaran, bimbingan latihan, penilaian hasil tugas, pemberian umpan balik, dan pemonitoran aktivitas siswa.
    Sebaliknya, pembelajaran tidak langsung adalah suatu bentuk pembelajaran di mana siswa berupaya menemukan sendiri untuk memperoleh fakta dan pengetahuan. Tipe pembelajaran ini dikenal juga dengan pembelajaran inquiry. Pembelajaran ini kurang terstruktur dan lebih bersifat informal, namun mendorong siswa untuk berpikir tentang makna dari pemecahan masalah, serta siswa aktif mencari informasi dan tidak pasif menerima pelajaran. Menurut Bruner (dalam Elliot dkk., 1996), pembelajaran inqury memungkinkan siswa menjadi aktif dalam mencari pengetahuan sehingga akan meningkatkan makna dari apa yang mereka pelajari. Dalam pembelajaran tipe ini, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator ketimbang menjadi pengajar.
    Baik pembelajaran langsung maupun tidak langsung semuanya diperlukan dalam pembelajaran dikelas. Pembelajaran langsung memenuhi kebutuhan siswa untuk memperoleh fakta, sedangkan pembelajaran tidak langsung memungkinkan siswa berupaya memecahkan masalah sendiri.

2.3 Indikator Keberhasilan Pembelajaran
      Suatu pembelajaran dikatakan berhasil bila mencapai hasil yang diharapkan. Menurut Reigeluth (1983), ada berbagai jenis hasil pembelajaran tergantung pada model atau teori yang dipergunakan. Selanjutnya dikatakan bahwa hasil pembelajaran berbeda dengan hasil belajar, karena hasil pembelajaran lebih terfokus pada pembelajarannya, sedang hasil belajar adalah salah satu aspek dari hasil pembelajaran.
      Hasil pembelajaran dapat dikategori menjadi tiga kelompok, yaitu: efektivitas pembelajaran, efisiensi pembelajaran, dan daya tarik pembelajaran (Reigeluth, 1983). Efektivitas pembelajaran diukur dari tingkat prestasi yang dicapai siswa. Prestasi siswa bentuknya bermacam-macam, mulai dari yang sifatnya pengetahuan generik seperti mampu memcahkan masalah, mampu menentukan hubungan, mampu berpikir logis, hingga pengetahuan yang sifatnya spesifik isi seperti mampu mengingat fakta tertentu, mampu mengklasifikasi contoh-contoh konsep tertentu, dan mampu mengikuti prosedur tertentu. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dari efektivitas berbanding waktu yang digunakan siswa dan/atau biaya pembelajaran (waktu yang digunakan guru, biaya yang dikeluarkan untuk mendesain dan mengembangkan pembelajaran, dan sebagainya), sedang daya tarik (appeal) pembelajaran sering kali diukur dari kecendrungan siswa untuk terus belajar.


2.4 Pembelajaran yang Efektif
    Kunci pembelajaran yang efektif terletak pada guru. Ernest Boyer (Dalam Elliot, dkk., 1996) menyatakan bahwa ciri guru yang efektif adalah: 1) mampu menggunakan bahasa dengan cara yang tepat, baik dalam penggunaan istilah maupun simbol. Selain itu, bahasa tulisan dan ucapan guru dapat membantu siswa belajar, serta memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif; 2) memiliki pengetahuan yang memadai; dan 3) mampu membuat hubungan yang bermakna tentang apa yang diketahuinya. Menurut Roestiyah (1986), untuk melaksanakan mengajar yang efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Guru harus mengupayakan agar siswa belajar secara aktif, baik mental maupun fisik.
2) Guru harus mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar.
3) Penggunaan motivasi yang tepat.
4) Adanya kurikulum yang baik dan seimbang.
5) Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual siswa.
6) Guru selalu membuat perencanaan sebelum mengajar.
7) Diperlukan pengaruh yang sugestif dari guru.
8) Guru harus memiliki keberanian menghadapi semua persoalan yang timbul pada proses belajar mengajar.
9) Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis.
10) Guru harus mampu menstimulasi siswa untuk berpikir.
11) Semua bahan pelajaran yang diberikan perlu diintegrasikan.
12) Adanya keterkaitan antara pelajaran yang diterima dengan kehidupan nyata di masyarakat.
13) Guru harus memberikan kebebasan pada anak untuk menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar sendiri dan memecahkan masalah sendiri.
14) Guru perlu menyusun pengajaran remedial bagi anak yang memerlukan.
      Dengan analisis yang lebih spesifik, Borich (dalam Elliot dkk., 1996) menyimpulkan lima karakteristik perilaku kunci dari guru yang efektif, yaitu: 1) kejelasan pelajaran, 2) variasi pembelajaran, 3) berorientasi pada tugas, 4) pelibatan proses belajar, dan 5) keberhasilan siswa. Kejelasan pelajaran menunjukkan seberapa jelas pelajaran disajikan oleh guru di kelas, dengan kata lain apakah cara penyajian yang ditempuh oleh guru membuat siswa memahami pelajaran? Untuk itu, guru harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa, memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya dengan memberi contoh, pada saat-saat tertentu tanyakan pada siswa apakah mereka memahami apa yang dikatakannya, beri kesempatan yang cukup bagi siswa untuk bertanya, dan gunakan metode mengajar yang tepat dan bahan yang sesuai dengan usia dan tingkat berpikir siswa.
      Variasi pembelajaran berarti teknik mengajar yang digunakan oleh guru selama penyajian pelajaran berlangsung haruslah fleksibel. Gunakan metode yang bervariasi, ganti metode pemberiaan tugas dengan teknik diskusi dan berikan penguatan pada perilaku siswa yang mendukung pencapaian tujuan. Gunakan keterampilan bertanya yang memungkinkan siswa untuk tertarik pada pelajaran, dan bila mungkin, pergunakan berbagai media pembelajaran dan sumber belajar yang tersedia. Novak dan Gowin (2002) menawarkan dua strategi baru pembelajaran yang didasarkan pada pendekatan konstruktivis, yaitu penggunaan Peta Konsep (Concept Mapping) dan Diagram Vee.
      Berorientasi pada tugas dan pelibatan proses belajar menunjukkan pada pemberian kesempatan waktu pada siswa untuk belajar. Bila selama proses pembelajaran berlangsung hanya didominasi oleh kegiatan mengajar guru tanpa melibatkan aktivitas belajar siswa, maka sulit diharapkan bahwa prestasi siswa dapat meningkat. Pemberian waktu yang lebih terutama harus diberikan pada siswa yang memiliki prestasi rendah atau memilki masalah dalam belajar. Untuk itu, guru harus senantiasa memonitor seluruh kelas selama pelajaran berlangsung, untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam proses belajar.
     
      Keberhasilan siswa, maksudnya tingkat di mana siswa memahami dan menyelesaikan tugas mereka secara benar. Pembelajaran yang efektif memungkinkan siswa memahami pelajaran dengan tepat dan pada akhirnya memungkinkan siswa untuk mencapai prestasi belajar. 




BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan makalah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa: Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian pelaksanaan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran.
Pada hakikatnya pembelajaran yang efektif merupakan proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif ditinjau dari kondisi dan suasana serta upaya pemeliharaannya, maka guru selaku pembimbing harus mampu melaksanakan proses pembelajaran tersebut secara maksimal. Selain itu untuk menciptakan suasana dan kondisi yang efektif dalam pembelajaran harus adanya faktor-faktor pendukung tertentu seperti lingkungan belajar, keahlian guru dalam mengajar, fasilitas dan sarana yang memadai serta kerjasama yang baik antara guru dan peserta didik.







BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


Khodijah, Nyayu, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers,2 016)