Cari Blog Ini

Jumat, 25 Mei 2018

Media Matematika Roda Meteran (Kurvameter)


Roda Meteran (Kurvameter)
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah:
Media Pembelajaran Matematika
Dosen Pengampu:
Yusmarni, S.Pd, M.Pd



Disusun oleh:
4A Tadris Matematika
Hikmatun Nazila
Putri Indah Suntari
Raudatul
Riska Alsades




PRODI TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2018


Roda Meteran (Kurvameter)

A.    Kegunaan
1.    Sebagai alat bantu mengukur panjang suatu objek secara langsung.
2.    Melatih berhitung bagi anak-anak usia dini, dengan cara mendengarkan bunyi roda meteran.
B.    Alat dan Bahan
1.    Kardus
2.    Kayu
3.    Lem
4.    Kertas origami
5.    Jangka
6.    Gunting
7.    Penggaris
8.    Pena dan Spidol
C.   Langkah kerja
1.    Ambil jangka untuk membentuk kardus menjadi lingkaran roda dengan diameter 20 cm, dan dibuat dua buah roda lingkaran.
2.    Dua lingkaran kardus itu digabungkan dengan lem.
3.    Roda lalu diberi tangkai dengan kayu sampai ke titik pusat roda sehingga roda bisa berputar.
4.    Roda dan tangkai kayunya kemudian dibalut kertas origami sehingga tampak indah dan menarik.
5.    Pada roda meteran sederhana itu ditulis kata start untuk sebagai permulaan dalam roda meteran.
6.    Roda-meter dilengkapi dengan alat bunyi yang berbunyi setiap satu kali putaran  roda. Alat bunyi terbuat dari plastik pegas yang menempel di roda.
7.    Dan menimbulkan gesekan bunyi ketika tergesek oleh tangkai roda.




Hasil Revisi Logo Nuansa Matematika

Hasi, Revisi ke-3 
Juara 1 Lomba Logo Nuansa Matematika ke-13

Coming soon Nuansa Matematika

by: putriindahsuntari

Lomba Logo Nuansa Matematika ke-XIII

Hasil Logo perwakilan dari kelas 2016 A

Dan Pemenang Juara 1 Lomba Logo Nuansa Matematika ke-13

Edisi Curhat



Bismillahhirohmanirrohhim.
Alhamdulilah, berkat rahmat Allah saya masih bisa melalui sebuah perjalanan hidup di dunia ini.
cieeleh,, sok puitis gitu.. hahaha

pada postingan sebelumnya, saya memposting hasil review jurnal internasional Matematika yang saya review. Hasil review ini merupakan tugas pokok dalam mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika sebagai syarat tugas wajib mahasiswa. Selain sebagai tugas wajib dosen Ibu Marny Zulyanty ini juga memberikan sebuah bonus yang spekatakuler menurut saya karena memberikan motivasi kepada mahasiswa dengan memberikan tugas berupa tiga review jurnal internasional ditambah jika hasil review nya bagus maka mahasiswa tersebut bisa menjadi mahasiswa pembimbing dosen ibu Marny Zulyanty.
wah,,, ini peluang yang bagus, tapi harus benar-benar bagus hasil reviewnya. intinya harus optimis dan yakin, dan Alhamdulilah saya selesai melaksanakan tugas tersebut. dan yang paling membahagiakannya lagi saya salah satu dari hasil review jurnal internasional terbaik versi ibu Marny Zulyanty dan otomatis saya juga merupakan mahasiswa pembimbing skripsi ibu Marny.
   Syukur Alhamdulilah saya ucapkan kepada Allah. pokoknya kebahagian ini gak bisa lupa dalam pikiran saya, semoga Allah selalu mendengarkan doa-doa hamba-hamba yang sholeh.
Aamiin. Wassalam

Review Jurnal Internasional Matematika Part 3


IMPLEMENTING INQURY-BASED LEARNING AND
EXAMINING THE EFFECTS IN JUNIOR COLLEGE
PROBABILITY LESSONS
Jessie Siew Yin Chong1, Mauereen Siew Fang Chong2, Masitah Sharhil3,
Nor Azura Abdullah3
1 Maktab Duli Pengiran Muda Al-Muhtadee Billah, Ministry of Education, Bandar Seri
Begawan, BE 1318, Brunei Darussalam 2 Brunei Darussalam Teacher Academy, Ministry of Education, Bandar Seri Begawan,  BJ 2524, Brunei Darussalam 3 Sultan Hassanal Bolkiah Institute of Education, Universiti Brunei Darussalam, Bandar  Seri Begawan, BE 1410, Brunei Darussalam
MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS
INQUIRY DAN EFEK KINERJA PELAJARAN
PROBABILITAS DALAM COLLEGE JUNIOR
Direview oleh:
Putri Indah Suntari1
1
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
1 putriindahsuntari@gmail.com

Abstract
This study examined how Year 12 students use their inquiry skills in solving conditional probability questions by means of Inquiry-Based Learning application. The participants consisted of 66 students of similar academic abilities in Mathematics, selected from three classes, along with their respective teachers. Observational rubric and lesson observation checklist were used as the data collection instruments. The results obtained were analyzed and then quantitatively reported. Findings from the observational rubric revealed that Year 12 students were able to understand most of the questions during the activity, but they only select and use one previously learned method to solve the questions during the activity. In addition, these students rarely seek and asked probing questions during the activity. They only used words, diagrams and numbers to interpret the solutions to the questions and make connections between them but with few mistakes detected.

Keyword: Statistic Education, Condition Probability, Inquiry-Based Learning, Students’ Performance

PENDAHULUAN
            Studi ini meneliti bagaimana siswa Kelas 12 di Brunei Darussalam menggunakan keterampilan penyelidikan mereka dalam memecahkan pertanyaan probabilitas bersyarat melalui aplikasi Inquiry-Based Learning. Peserta terdiri dari 66 siswa akademis yang memilki kemampuan sama dalam Matematika.
            Permintaan untuk pengembangan berkelanjutan, siswa menuntut agar guru menjadi inovatif dalam pendekatan pengajaran. Meskipun demikian, pendidikan matematika konvesional tetap berpusat pada guru di mana siswa bergantung pada guru untuk mendapatkan informasi belajar. Di Brunei Darussalam, siswa menampilkan yang diterima tentang apa yang diajarkan guru khususnya di Matematika. Siswa cenderung menghafal dan mengunakan formula matematis yang diperlukan untuk menjawab penilaian. Ini mengakibatkan siswa menghadapi kesulitan saat dihadaplan pada situasi yang membutuhkan penerapan, pengetahuan, penemuan pengetahuan baru, atau latihan kreativitas (Prahmana, Zulkardi, & Hartono, 2012). Misalnya, mayoritas siswa kelas 12 di Brunei Darussalam menyalahgunakan rumus untuk probabilitas bersyarat saat memecahkan masalah. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman mereka terhadap konsep probabilitas bersyarat (Chong Shahrill, 2014), yang mengarah pada terjadinya kesalahpahaman.
            Inquiry-Based Learning adalah pendekatan pendagogis konstruktivis di mana siswa dipresentasikan dengan kesempatan untuk mengendalikan proses belajar mereka melalui eksplorasi, penemuan, pembangunan, pengetahuan dan pemahaman, refleksi dan pemikiran kritis (Santrock, 2001), bukan dikte guru (Huziak-Clark et al,. 2007). Studi sebelumnya menemukan bahwa pendekatan IBL memotivasi siswa untuk mencari jawaban dari pembelajaran dan meningkatkan hasil afektif dan kognitif siswa (Herman & Knobloch, 2004). Temuan menunjukkan bahwa siswa yang berpartisipasi dalam pelajaran berbasis Inquiry telah meningkatkan  tingkat retensi dan peningkatan kemampuan memecahkan masalah, selain itu siswa juga menunjukkan “kinerja yang lebih baik pada dekontekstual masalah pada matematika” (Brune, 2010:45)
            Berdasarkan masalah di atas, maka peneliti ini melakukan penelitian dengan judul “Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Inquiry dan Efek Kinerja Pelajaran Probabilitas dalam College Junior”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengadaptasi IBL sebagai pendekatan instruksional baru yang akan digunakan dalam pengajaran tingkat mahir probabilitas bersyarat, dan untuk menyelidiki bagaimana siswa Kelas 12 menggunakan keterampilan penyelidikan mereka dalam menyelesaikan pertanyaan probabilitas bersyarat melalui penerapan Inquiry-Based Learning. Manfaat penelitian diharapkan agar siswa Kelas 12 dapat menggunaan keterampilan penyelidikannya.

METODE
            Metode penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif untuk menyelidiki dampak penerapan IBL di Kelas 12 pada pelajaran Probabilitas. Instrumen utama yang digunakan untuk pengumpulan data bersifat observasi rubrik dan daftar periksa pelajaran. 
Rubrik pengamatan terdiri dari empat kategori dibuat mendasari pedoman dari Andrade (2000), dan digunakan untuk menyelidiki bagaimana siswa Kelas 12 menggunakan keterampilan penyelidikan mereka saat memecahkan pertanyaan probabilitas bersyarat dalam kelompok Itu. Daftar periksa pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini melayani dua tujuan. Pertama, mereka menggunakan untuk menganalisa kemajuan pelajaran IBL dan menemukan kesulitan yang dihadapi saat menerapkan pelajaran. Kedua, daftar periksa observasi pelajaran 'menilai lima kriteria: organisasi konten, strategi komunikasi, penilaian, perilaku siswa, dan memberikan informasi bagi para peneliti dan para guru terlibat dalam kemajuan pelajaran. Peringkatnya adalah (1) tidak sama sekali, (2) rendah, (3) sedang, (4) tinggi, dan (5) sangat tinggi. Hasil dari peringkat juga memberikan masukan bagaimana caranya siswa dari Kelas A, B dan C menggunakan keterampilan penyelidikan mereka dalam memecahkan pertanyaan probabilitas bersyarat selama pelajaran.
Rubrik terdiri dari empat kategori: pengertian, pengetahuan sebelumnya, tanya jawab dan interpretasi digunakan untuk mengukur kemampuan penyelidikan siswa. Karena waktunya berkendala, keterampilan inquiry dalam penelitian ini hanya mengacu pada keterampilan siswa dalam memahami masalah, penggunaan pengetahuan sebelumnya, pertanyaan dan interpretasi melalui kegiatan eksplorasi. Sebuah perangkat perekaman video juga digunakan saat mengamati pelajaran untuk memperkaya informasi yang dikumpulkan dari daftar periksa serta rubriknya. Lokasi penelitian ini adalah di junior college co-pendidikan Brunei Darussalam (setara dengan 11 th dan 12 th nilai di Sekolah Amerika).

PENUTUP
Simpulan
Dalam penelitian ini, hanya satu pelajaran IBL yang dilakukan di setiap kelas. Karena itu, siswa kelas 12 hanya belajar dengan belajar selama satu pelajaran saja. Selain itu juga yang pertama waktu yang mereka temui dan memecahkan pertanyaan probabilitas bersyarat dengan menggunakan inquiry. Karena dengan jumlah waktu yang terbatas, mereka mungkin tidak terbiasa dengan pengalaman belajar baru ini dan mungkin ini alasan mengapa adanya dalam kecakapan penyelidikan siswa Kelas 12 tidak seaman penelitian yang dilakukan di internasional (Brune, 2010; Ismail, 2008). Demikian pula, Vahey dkk. (1999) juga menyebutkan bahwa tidak semua kegiatan berbasis penyelidikan dijamin dapat menghasilkan pembelajaran produktif dalam Probabilitas dan Statistik.
Sementara itu, analisis kuantitatif menggunakan ANOVA satu arah pada rubrik ketiga kelas yang ditunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata keterampilan penyelidikan siswa Kelas 12 di tiga kelas (F = 5.222, p = 0,020). Dari nilai rata -rata, dapat disimpulkan bahwa siswa di Kelas C (M = 11.83) memiliki kemampuan penyelidikan terbaik saat menyelesaikan pertanyaan probabilitas bersyarat dibandingkan dengan Kelas A (M = 9,40) dan Kelas B (M = 11.00).
Perlu ditekankan bahwa penelitian ini bersifat explanatory dan eksploratif dan temuannya harus dilakukan dan dipandang sebagai tentatif dan sugestif. Kesimpulan dari penelitian ini dibatasi untuk sampel tertentu yang digunakan, topik serta tes yang digunakan. Sesuai rekomendasi yang dibuat untuk memperbaiki penelitian ini dengan saran dan penelitian selanjutnya. Studi ini memberi siswa kelas 12 kesempatan untuk bertanggung jawab sendiri dalam belajar dengan membangun konsep baru melalui penyelidikan. Keseluruhan temuan dari penelitian ini terungkap dalam kinerja siswa Kelas 12 dalam probabilitas bersyaratnya yang meningkat.  Guru juga perlu kreatif dalam mengajar mereka dan menunjukkan kepada siswa bahwa ada lebih dari satu cara belajar. Kreativitas dalam penelitian ini difokuskan untuk mendorong pembelajaran berpusat pada siswa di kelas. Ini termasuk mengeksplorasi makna probabilitas bersyarat melalui aktivitas dan kemudian menghubungkannya dengan masalah kehidupan nyata.

Review Jurnal Internasional Matematika Part 2


THE STUDY OF TEACHING EFFECTIVE
STRATEGIES ON STUDENT’S MATH
ACHIEVEMENTS
Mohammad-Hassan Behzadi1, Farhad Hosseinzadeh Lotfi2, Nasrin Mahboudi3.
1.2.3 Department of Mathematics, Science and Reserarch Branch, Islamic Azad Univesrtity, Tehran , Iran
STUDI PENGAJARAN STRATEGI EFEKTIF
PADA PRESTASI MATEMATIKA SISWA
Direview oleh:
Putri Indah Suntari1
1
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
1 putriindahsuntari@gmail.com

Abstract
 One of the most important factors in student's learning weakness and academic failure, is their unfamilarity or low awareness of the learning strategies and studying in mathematics. This study is performed to examine the students' math and reading skills and their study skills that impact on their academic progress. The main objective of the research is to study with emphasis on training study strategies versus ususal method (teaching without emphasis on training study strategies) to increase the learning of mathematical concepts. The present method is quasi-experimental that via quasi-cluster sampling to adopt 17 guidance girly schools in grade 3th, to gauge effects of teaching reading skills on math learning of the students.The results of T-test showed that students who were taught with emphasis on study skills versus students who have been traditionally trained, had better math performance and higher academic achievement.Therefore it seems that teaching reading stratefies such as cognitive and meta-cognitive will ease mathematical learning process.
Keyword: Study skills, learning strategies, meta-cognition, cognition, reading, strategy.

PENDAHULUAN
            Salah satu tugas pendidikan matematika adalah menemukan alasan kurangnya pembelajaran matematika siswa. Strategi meta-kognitif adalah alat untuk membimbing dan memantau secara kognitif. Vang (1985), menyatakan bahwa banyak masalah siswa berkaitan dengan lemahnya kognitif dan meta-keterampilan kognitif dalam belajar. Siswa memiliki kinerja yang lemah. Kognisi adalah proses berpikir reguler yang mencakup pemikiran, memori, comperhend, dan tindakan yang terkait dengan penggunaan proses ini secara total, atau kognisi adalah mengetahui. Meta-kognisi adalah pengenalan kognisi atau mengetahui untuk mengetahui. Persis meta-kognisi adalah pengetahuan orang itu bagaimana belajar mandiri. Strategi utama adalah belajar alat. Startegi ini di susun dalam kategori umum; 1) latihan, 2) berkembang atau semantik memperluas, dan 3) mengatur.
            Strategi adalah evaluasi peserta didik untuk melakukan self-doing untuk menginformasikan kemajuan, supervisi dan bimbingan diri seperti pengawasan notafikasi dalam membaca teks, tanyakan diri saat belajar dan mengendalikan waktu dan kecepatan. Jenis strategi kognitif dan meta-kognitif, peneliti menyebutkan strategi utama yang bisa digunakan untuk belajar konsep matematika dan efek pada prestasi matematika; 1) strategi PQ4R, istilah PQ4R terdiri dari huruf pertama dari enam tahap metode penelitian seperti preview, question, reading, reflect, recite, dan review. 2) strategi Muerder, yang disertakan yaitu; suasana hati, memahami, ingat, mendeteksi dan digest, memperluas, dan ulasan dan menanggapi.
            Salah satu faktor terpenting dalam kelemahan belajar siswa dan kegagalan akademis, adalah ketidakjelasan mereka atau rendahnya kesadaran akan strategi belajar dan pembelajaran matematika. Penelitian ini dilakukan untuk memeriksa kemampuan matematika dan membaca siswa dan keterampilan belajar mereka yang berdampak pada kemajuan akademis mereka.
            Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti ini melakukan penelitian dengan judul “Studi Pengajaran Strategi Efektif Pada Prestasi Matematika Siswa”. Adapun tujuan utama penelitian ini adalah untuk belajar dengan penekanan pada strategi studi pelatihan versus metode (mengajar tanpa penekanan pada strategi belajar pelatihan) untuk meningkatkan pembelajaran konsep matematis. Manfaat penelitian ini diharapkan guru dapat memiliki strategi yang efektif dalam proses pembelajaran, dan siswa dapat meningkatkan prestasi matematikanya.

METODE
            Metode penelitian ini adalah quasi-experimental metode, dan peneliti memilih kelompok kontrol dan eksperimen secara acak. Ini digunakan untuk metode tradisional kelompok kontrol di Indonesia dan metode pembelajaran baru atau metode penelitian pengajaran digunakan untuk ekperimen kelompok. Setelah efek dari metode pembelajaran baru telah dipelajari dan bandingkan terhadap kelompok kontrol.
            Metode quasi-experimental yang dilakukan melalui quasi-cluster sampling untuk mengadopsi 17 panduan sekolah perempuan dikelas 3, untuk mengukur efek pengajaran keterampilan membaca pada pembelajaran matematika siswa. Kemudian untuk mendapatkan data penelitian, pretest diadakan untuk kelompok kontrol dan eksperimen. Dan metode statistik telah digunakan untuk analisis data.




PENUTUP
Simpulan
Strategi kognitif membantu kita menyiapkan informasi baru agar bisa berhubungan dengan informasi yang diketahui dan menghemat memori jangka panjang. Strategi kognitif adalah instrumen penting untuk mempelajari isi tapi strategi meta-kognitif mengawasi strategi kognitif dan membimbing mereka. Dengan kata lain, bisa mengajarkan banyak strategi pembelajaran kognitif bagi peserta didik namun jika mereka tidak menginformasikan kapan dan strategi kognitif apa harus berlaku dalam status yang ditentukan dan mengubahnya, maka tidak akan berhasil. Kemudian kognitif dan meta-kognitif strategi harus bekerja sama. Kognitif dan meta-kognitif bisa menjadi isu dan revolusi baru dalam pengajaran-proses belajar matematika. Karena konsep matematika dan subjek abstrak maka dibutuhkan bahwa peserta didik menginformasikan strategi efektif untuk pembelajaran mendalam karena konsep matematika memiliki hubungan dan jika peserta didik melupakan konsep sebelumnya, dia tidak bisa belajar dengan sampai pada konsep baru.
Oleh karena itu nampaknya strategi kognitif dan meta-kognitif meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Melakukan penelitian strategi pembelajaran (strategi kognitif dan meta-kognitif) menunjukkan bahwa penggunaan metode ini meningkatkan prestasi belajar dan belajar. 
Dalam penelitian ini, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata kelompok kontrol dan eksperimen ada perbedaan yang signifikan. Ini menyimpulkan siswa yang dilatih dengan penekanan pada strategi belajar daripada siswa yang telah terlatih secara tradisional kinerja matematika lebih baik dan prestasi berprestasi tinggi (grade tertinggi). Beberapa saran telah dibuat sebagai berikut untuk studi lebih lanjut:
1)    Beberapa penelitian harus dilakukan pada jenis sikap dan motivasi siswa tentang mengajar keterampilan belajar,
2)    Penelitian dengan subjek yang sama pada sejumlah besar siswa perempuan dan siswa laki-laki harus melakukan dan mereka pertunjukan dengan dibandingkan.
3)    Penelitian ini harus dilakukan pada beberapa mata pelajaran dari buku teks.

Ada keterbatasan dalam penelitian ini seperti; penelitian ini terbatas untuk buku teks matematika dan memang diimplementasikan untuk siswa sekolah bimbingan.






Review Jurnal Internasional Matematika Part 1


MATHEMATICS TEACHERS’ PERCEPTIONS
ON ENHANCING STUDENT’S CREATIVITY
IN MATHEMATICS
Mulugeta Atnafu Ayele
Addis Ababa University, ETHIOPIA

PERSEPSI GURU MATEMATIKA TENTANG
PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM
MATEMATIKA
Direview Oleh:
Putri Indah Suntari1
1 Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
1 putriindahsuntari@gmail.com
Abstract
Creativity is a necessary and vital tool for dealing with the economic, environmental, and humanitarian challenges of the 21st century. It is also a necessary tool for brainstorming, strategizing, and solving problems. Exploratory survey design and quantitative research method were used. 102 in-service mathematics teachers were selected using stratified random sampling from two programs. The data was collected by a likert scale, and analyzed by mean, standard deviation, correlation, independet sample t-test, one way and two-way ANOVA. Most of the in-service mathematics teachers felt that they encourage and reward students’ creative ideas and different approaches in their work; motivate students engaging with mathematics; apply regularly strong background knowledge in mathematics; allow mistakes and encourage learning from their mistakes; encourage mental flexibility; explore the environment to stimulate curiosity about their world; ask questions to students and guide them to do problem differently; encourage dissent and diversity; and provide regularly postitive feedback. Therefore, training given to mathematics teachers; teachers identify mathematically creativve students and apply appropriate teaching methods and assessment techiques; creativity should be made compulsory and integrated in all school mathematics curriculum; schools create of the creative environment; awareness given to parents and the Ministry of education review the Teacher Education Program.

Keywords: Creativity, program, level of teaching, service year, mathematics

PENDAHULUAN

Kreativitas adalah alat yang penting dan penting untuk menghadapi tantangan ekonomi, lingkungan, dan kemanusiaan sejak abad ke-21. Ini juga merupakan alat yang diperlukan untuk melakukan brainstorming, menyusun strategi, dan memecahkan masalah. Sebagian besar guru dalam pelayanannya merasa bahwa mereka mendorong dan menghargai gagasan kreatif siswa dan melakukan pendekatan yang berbeda dalam pekerjaan mereka yaitu memotivasi siswa dalam matematika; menerapkan pengetahuan latar belakang yang kuat secara reguler dalam matematika; mendorong untuk belajar dari kesalahan mereka; mendorong fleksibilitas mental; menjelajahi lingkungan untuk merangsang keingintahuan tentang dunia mereka; ajukan pertanyaan kepada siswa dan membimbing mereka untuk melakukan masalah secara berbeda; mendorong perbedaan pendapat dan keberagaman; dan memberikan umpan balik secara teratur. Oleh karena itu, dilakukan pelatihan yang diberikan kepada guru matematika yaitu guru mengidentifikasi siswa yang kreatif secara matematis dan menerapkan metode pengajaran dan penilaian yang sesuai; kreativitas harus dilakukan secara wajib dan terpadu dalam semua kurikulum matematika sekolah; sekolah menciptakan lingkungan kreatif; kesadaran yang diberikan kepada orang tua dan Kementerian Pendidikan untuk meninjau program Pendidikan Guru.
Ada banyak definisi kreativitas. Sejumlah dari mereka menunjukkan bahwa kreativitas adalah generasi ide-ide baru imajinatif (Newell & Shaw, 1972), yang melibatkan inovasi atau solusi untuk masalah dan reformulasi masalah. Definisi lain mengusulkan bahwa solusi kreatif hanya dapat mengitegrasikan pengetahuan yang ada dengan cara yang berbeda. Satu set ketiga definisi mengusulkan bahwa solusi kreatif, baik baru atau digabungkan, harus memiliki nilai (Higgins,1999). Haylock (1987) diringkas banyak upaya untuk mendifinisikan kreativitas matematika, salah satu pandangan nya “mencakup kemampuan untuk melihat hubungan baru antara teknik dan bidang aplikasi dan membuat asosiasi antara ide-ide yang mungkin tidak berhubungan.
Dalam rangka meningkatkan kreativitas siswa, Horng dan rekan (2005) berpendapat bahwa guru harus melayani lebih sebagai fasilitator, pembelajaran mitra , inspirasi atau navigator selain sebagai dosen. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shriki (2008), guru percaya bahwa lingkungan yang kreatif harus mencakup kegiatan terbuka dan masalah non-rutin yang memberikan siswa kebebasan untuk menerapkan ide-ide imajinatif dan menemukan metode baru atau solusi.
Agar mampu menumbuhkan kreativitas matematika pada siswa, guru harus memperoleh pengetahuan pendagogik yang cocok selama proses pembelajaran. Namun banyak guru mengakui kurangnya pengalaman sebelumnya atau persiapan yang tepat pada pengembangan kreativitas siswa (Shirki, 2010).
Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti ini melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Guru Matematika Tentang Meningkatkan Kreativitas Siswa dalam Matematika”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai persepsi guru matematika dalam meningkatkan kreativitas siswa dalam matematika. Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dengan adanya deskripsi tentang persepsi guru tentang meningkatkan kreativitas dalam matematika, maka guru dapat meningkatkan dan menumbuhkan kreativitas matematika pada siswa, dan memperbaiki dan menemukan strategi dan metode yang tepat untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam matematika.

METODE

       Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan terfokus pada kuesioner skala Likert. Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui (Kasiram, 2008: 149).
       Metode populasi dan sampling pada penelitian ini terdiri dari 306 in-service matematika guru di Universitas Addis Ababa, 102 guru matematika in-service dipilih menggunakan stratifik random sampling, dan dari 102 in-service ini guru matematika, 63 adalah guru besar dan 39 guru PDGT; 30 mengajar disekolah menengah dan 40 sedang mengajar disekolah persiapan dan 38 tahun mengajar singkat, 32 memiliki rata-rata tahun ajaran mengajar, dan 32 tahun mengajar yang panjang.
       Skala Likert pada “persepsi guru matematika in-service tentang peningkatan kreativitas siswa dalam matematika” yang memiliki 13 item, dan semua item dinilai dalam skala Likert 1-5 dan responden diminta untuk menanggapi setiap item dengan menggunakan skala lima titik yang sangat kuat tidak setuju sepertu sangat setuju=5, setuju=4, netral=3, tidak setuju=2, dan sangat tidak setuju=1.
       Skala persepsi guru dalam meningakatkan kreativitas siswa di Matematika ditinjau berdasarkan komentar para profesional untuk validitas wajah dan konten. Sebuah studi pendahuluan dilakukan untuk menentukan validitas dan reliabilitas dari skala. Tiga puluh in-service guru matematika yang tidak termasuk dalam kajian utama diambil dari Addis Ababa University. Dari studi percontohan koefisien alpha dari Cronbach menghasilkan 0,834 untuk skala meningkatkan siswa ‘kreativitas dalam matematika. The Cronbach Alpha koefisien realiabilitas untuk variabel ini menunjukkan bahwa mereka memiliki tinggi internal-reliabilitas konsistensi.
PENUTUP
Simpulan
        Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan penalaran para siswa, guru harus menghargai kreativitas kelas; dan membantu dan menghargai ide dan produk kreatif siswa melalui pengakuan publik dengan mendorong siswa untuk mengambil pendekatan unik dan berbeda dalam pekerjaan mereka. Guru harus menerapkan secara teratur pengetahuan latar belakang yang kuat dalam matematika dengan mengeksplorasi lingkungan untuk merangsang keingintahuan tentang dunia mereka. Di tingkat sekolah, kreativitas dalam matematika ditingkatkan dengan menerapkan pengajaran dengan menggunakan teknologi yang tepat guna; kegiatan terbuka dan masalah non rutin yang memiliki banyak jawaban yang benar; pendekatan pemodelan; diskusi kelompok, kerjasama, kolaborasi dan dukungan sosial; pertanyaan yang tepat siswa harus diberikan dan termotivasi untuk terlibat dan berjuang dalam memecahkan masalah matematika yang buruk atau terbuka. Memecahkan masalah matematika yang menantang seperti itu bisa membuat siswa lebih dalam memahami dan mengalami kreativitas dalam melakukan proses matematika dan juga mencoba berpikir sebagai matematikawan, yang berarti bahwa siswa didorong untuk merenungkan gagasan mereka sendiri. Untuk tujuan ini, perlu meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan menerapkan lingkungan pendidikan yang memberikan atmosfir yang aman sehingga siswa terdorong untuk mengambil risiko; membuat kesalahan dan mendorong belajar dari kesalahan mereka; dan berinteraksi dengan orang lain dan berbagi sudut pandang mereka. Guru juga mendorong fleksibilitas mental, perbedaan pendapat dan keragaman gagasan dan memberi umpan balik positif secara teratur.


Makalah Strategi Pembelajaran Matematika






BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang

Keberhasilan dunia pendidikan dipengaruhi oleh beberapa komponen, diantaranya guru, sarana dan prasarana serta lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan. Guru mempunyai andil yang sangat besar dalam keberhasilan pembelajaran di sekolah karena guru yang membantu perkembangan siswa. Dengan demikian seorang guru harus menjadi sosok yang mempunyai kreativitas tinggi serta profesional dalam upaya peningkatan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas, yakni proses pembelajaran yang menyenangkan, dan mencerdaskan. Kesemuanya itu hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu atau guru yang memiliki kompetensi yang memadai.
Menurut Samana (1994:44) seseorang harus dinyatakan kompoten dalam bidang tertentu adalah seorang yang menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan dan demikian ia mempunyai wewenang dalam pelayanan sosial di masyarakatnya.
Pembelajaran matematika adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki oleh guru untuk mencapai tujuan kurikulum dalam mata pelajaran matematika. Agar  siswa dapat berkembang secara optimal maka dibuat suatu standar kompetensi yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa, serta memperhatikan pula perkembangan matematika di dunia sekarang ini. Untuk mecapai kompetensi tersebut dipilih materi-materi matematika dengan memperhatikan struktur keilmuan, tingkat kedalaman materi, serta sifat esensial materi dan keterpakaiannya dalam kehidupan sehari-hari. 
Masalah pokok juga yang dihadapi guru adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkat yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikan rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar. Dengan demikian, pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. Untuk itu akan diuraikan dalam makalah mengenai kompetensi guru matematika dan pengelolaan kelas.


B.   Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Guru, Kompetensi, Kompotensi Guru, dan Pengelolaan Kelas?
2. Apa saja Kompetensi Guru Matematika?
3. Apa saja yang ada di dalam Pengelolaan Kelas?

C.  Tujuan Penulisan

1.Untuk memenuhi tugas makalah yang diberikan oleh dosen dengan mata kuliah
   Strategi Pembelajaran Matematika.
2.Untuk mengetahui pengertian Guru, Kompetensi Guru, dan Pengelolaan Kelas.
3.Untuk mengetahui apa saja Kompetensi Guru Matematika dan yang ada di dalam Pengelolaan Kelas.

D.    Manfaat Penulisan

1.      Agar dapat mengetahui apa itu guru, apa itu kompetensi dan kompetensi guru.
2.      Agar dapat mengetahui apa saja kompetensi dalam guru matematika baik dari tingkat SD/MI dan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK
3.      Agar dapat mengetahui apa itu pengelolaan kelas.
4.      Agar dapat mengetahui apa saja dalam pengelolaan kelas.
5.      Agar dapat mengetahui tujuan pengelolaan kelas.






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kompetensi Guru Matematika
      1.   Pengertian Guru
            Secara umum “Guru” adalah pendidik dalam pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[1]  
Jadi dapat di simpulkan bahwa guru adalah semua orang yang bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah.

2.  Pengertian Kompetensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (WJS Purwodarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.[2]
            Robert W. Houston (Roestiyah, 1989: 4) memberikan pengertian sebagai berikut “Competence” ordinarily is defined as “adequacy for a task” or as “possessio of require knowledge, skill, and abilities”. Dapat diartikan kompetensi sebagai suatu tugas yang memadai, atau pemikiran pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntun oleh jabatan seseorang.[3]


            Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasan berfikir dan bertindak.
            Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[4]
            Dengan gambaran pengertian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.
       3.   Pengertian Kompetensi Guru
             Kompetensi guru (teacher competency) adalah the ability of teacher to responbility perform his or her duties appropriately. Yang artinya kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dalam pengertian ini kompetensi lebih dititikberatkan pada tugas guru dalam mengajar.
Medley (1982) mengajukan definisi kompetensi guru, yang sangat berguna dari empat istilah yang sering diberlakukan, yaitu:[5]
a.       Kompetensi guru adalah himpunan pengetahuan, kemampuan, atau posisi nilai profesional yang dimiliki dan diyakini dengan praktik belajar. Kompetensi berkaitan dengan hal-hal khusus yang diketahui, dilakukan, atau diyakini guru, tetapi tidak mempengaruhi atribut-atribut ini terhadap atribut lain.
b.      Kompetensi guru adalah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru. Keseluruan kompetensi merupakan suatu persoalan dari derajat dimana seseorang guru telah menguasai suatu himpunan dari kompetensi tersendiri, suatu yang lebih kritis untuk suatu keputusan keseluruhan kompetensi diri pada keputusan yang lain.
c.       Kinerja guru adalah apa yang dilakukan pada pekerjaan terhadap apa yang dapat dilakukan. Kinerja guru spesifik terhadap situasi pekerjaan; tergantung pada kompetensi guru, konteks di mana guru bekerja, dan kemampuan guru untuk menggunakan kompetensinya pada setiap hal yang diberikan pada setiap saat.
d.      Keefektivan guru adalah efek kinerja pada siswa. Keefektivan guru tidak hanya bergantung pada respon yang dilakukan siswa tetapi dalam istilah perilaku siswa.

Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalnya yang ditampilkan melalui unjuk kerja. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.[6]

4.    Kompetensi Guru Matematika

            Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan paling tidak ada 4 (empat) kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.[7]

a.      Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik; perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran; pengembangan peserta didik.

Beberapa hal yang dapat menjadi indikator kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional antara lain adalah kemampuan dalam:
1)      Memahami karakteristik peserta didik, baik fisik, sosial, moral, cultural, emosional, dan intelektual.
2)      Memahami latar belakang peserta didik, gaya belajar, kesulitan belajar, dan kebutuhan belajar dalam pengembangan potensi peserta didik.
3)      Menguasai teori dan prinsip-prinsip belajar bagi perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran.

b.     Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan dalam pengusaan materi ajar secara luas dan mendalam sehingga memungkinkan yang bersangkutan membimbing peserta didik dalam mencapai standar kompetensinya.
Beberapa hal yang dapat menjadi indikator kompetensi profesional yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional antara lain adalah kemampuan dalam:
1)      Menguasai subtansi materi ajar dan strategi pembelajarannya.
2)      Menguasai dalam struktur dan pengorganisasian kurikulum dan silabus yang digunakan.
3)      Memanfaatkan perangkat teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.
4)      Melakukan pengembangan pembelajaran melaui penelitian (tindakan kelas).

c.      Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan dalam mengelola diri ‘secara mantap, dewasa, stabil, arif, bijaksana, beriwibawa, dan berakhlak mulia sehingga yang bersangkutan menjadi suri taulan bagi peserta didik yang dikelolanya. Beberapa hal yang menjadi indikator kompetensi kepribadian yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional antara lain adalah kemampuan dalam:
1)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, bijaksana, dan berwibawa.
2)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang berahlak mulia dan penuh keteladanan bagi peserta didik dan masyarakat.
3)      Mengevaluasi kinerja secara mandiri untuk kepentingan perbaikan dan pengembangan diri dan kemampuan yang bersangkutan.

d.     Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik dengan peserta didik yang dikelolanya, rekan sejawat sesama pendidik, tenaga kependidikan yang berinteraksi dengan yang bersangkutan, orang tua atau wali peserta didik, masyarakat sekitar, dan pemangku kepentingan lainnya.
Beberapa hal yang dapat menjadi indikator kompetensi sosial yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional antara lain adalah kemampuan dalam:
1)      Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran.
2)      Memanfaatkan perangkat teknologi informasi untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan bidang pendidikan (pembelajaran).[8]
Keempat kompetensi tersebut bersifat holistik (menyeluruh) dan integratif (saling berkaitan dan mendukung) dalam memompa kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru hendaknya mempunyai:
a)      Pengenalan peserta didik secara mendalam;
b)      Penguasaan bidang studi secara mantap dan komprehensif baik disiplin ilmu maupun kurikulum ajarnya;
c)      Kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang fungsional dan mendidik dengan cakupan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan; dan
d)     Pengembangan kepribadian dan profesionalisme secara berkesinambungan.







5.        Kompetensi Guru mata pelajaran Matematika pada SD/MI
Berdasarkan Permendiknas Nomor 16 tahun 2007, seorang guru SD/MI dalam kompetensi profesionalnya menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran matematika yaitu mampu:[9]
a.       Menguasai pengetahuan konseptual dan prosedural serta keterkaitan keduanya dalam konteks materi aritmatika, aljabar, geometri, trigonometri, pengukuran, statistika, dan logika matematika.
b.      Mampu menggunakan matematisasi horizontal dan vertikal untuk menyelesaikan masalah matematika dan masalah dunia nyata.
c.       Mampu menggunakan pengetahuan konseptual, prosedural, dan keterkaitan keduanya dalam pemecahan masalah matematika, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
d.      Mampu menggunakan alat peraga, alat ukur, alat hitung dan piranti lunak komputer.

6.        Kompetensi Guru mata pelajaran Matematika pada SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK
Berdasarkan Permendiknas Nomor 16 tahun 2007, seorang guru SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK seorang guru memiliki kompetensi guru mata pelajaran matematika yaitu mampu:
a.       Menggunakan bilangan, hubungan di antara bilangan, berbagai sistem bilangan dan teori bilangan.
b.      Menggunakan pengukuran dan penaksiran.
c.       Menggunakan logika matematika.
d.      Menggunakan konsep-konsep geometri.
e.       Menggunakan konsep-konsep statistika dan peluang.
f.       Menggunakan pola dan fungsi.
g.      Menggunakan konsep-konsep aljabar.
h.      Menggunakan konsep-konsep kalkulus dan geometri analitik.
i.         Menggunakan konsep dan proses matematika diskrit.
j.        Menggunakan trigonometri.
k.      Menggunakan vektor dan matriks.
l.        Menjelaskan sejarah dan filsafat matematika.
m.    Mampu menggunakan alat peraga, alat ukur, alat hitung, piranti lunak komputer, model matematika, dan model statistika.[10]


B.       Pengelolaan Kelas
       Pengelolaan kelas adalah suatu rangkaian tingkah laku yang kompleks, di mana guru dituntut untuk mengembangkan dan mengatur kondisi kelas yang akan memungkinkan siswa mencapai tujuan belajar secara efisien. Jadi pengaturan atau pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat utama untuk pengajaran yang efektif.

1.      Pengertian Pengelolaan Kelas
            Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak pernah ditinggalkan.  Pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
          Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri asal katanya adalah “kelola”, ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari kata pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu “management”, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan. Manajemen atau pengelolaan dalam pengertian umum menurut Suharsimi Arikunto (1990: 2) adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan.
            Kelas menurut Oemar Hamalik (1987:311) adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1988: 17) adalah sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.


         Pengelolaan kelas diperlukan karena dari hari ke  hari dan bahkan dari waktu ke waktu tingkah laku dan perbuatan anak didik selalu berubah.Jadi,pengelolaan kelas adalah suatu upaya memberdayagunakan potensi kelas yang ada seoptimal mumgkin untuk mendukung proses interaksi edukatif mencapai tujuan  pembelajaran.
            Jadi pengelolaan kelas menurut Sudirman N,dkk. (1991:310) adalah upaya mendayagunakan potensi kelas. Ditambahkan lagi oleh Hadari Nawawi (1989:115) dengan mengatakan bahwa kegiatan manajemen atau pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaiatan dengan kurikulm dan perkembangan murid.
            Suharsimi Arikunto (1988:67) juga berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penganggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan. [11]
            Jadi dapat simpulkan pengelolaan kelas adalah suatu usaha dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Kesimpulan sederhananya adalah pengelolaan kelas merupakan kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran.
       2.  Tujuan Pengelolaan Kelas
            Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa (Sudirman N, 1991:311)[12]
            Suharsimi Arikunto (1988: 68) berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Menurutnya, sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah apabila:
1.      Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang terhenti
karena tidak tahu ada tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kepadanya.
2.      Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, artinya setiap anak akan bekerja secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.
       3.  Berbagai Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
            Keharmonisan hubungan guru dengan anak didik, tingginya kerja sama di antara anak didik tersimpul dalam bentuk interaksi. Karena itu, there are many forms of interaction between teacher and pupils, and between pupils (O.A. Oeser, 1996:2). Lahirnya interaksi yang optimal tentu saja bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas.
Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti berikut:
1.    Pendekatan Kekuasaan
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru di sini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menunrur kepada anak didik untuk menaatinya. Di dalamya ada kekuasaan dalam norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya.

2.    Pendekatan Ancaman
Pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberikan ancaman, misalnya ejekan, sindiran, dan memaksa.

3.    Pendekatan Kebebasan
Pengelolaan diartikan secara suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.

4.    Pendekatan Resep
Pendekatan resep ini dilakukan dengan memberi suatu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam merekasi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas.

5.    Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksaab akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memcahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik.

6.    Pendekatan Perubahan Tingkah Laku
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik.

7.    Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan Sosial
Menurut pendekatan ini pengelolaan kelas merupakan suatu proses menciptkan iklim atau suasana emosional dan hubungan sosial yang postif dalam kelas. Suasana emosional dan hubungan sosial yang postif, artinya ada hubungan yang baik yang positif antara guru dengan anak didik, atau antara anak didik dengan anak didik.




8.    Pendekatan Proses Kelompok
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial, di mana proses kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusahakan agar perkembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif.

9.    Pendekatan Elektis atau Pluralistik
Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan pada potensialitas, kreativitas, dan inisiatif wali/guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya.[13]
       4. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas
            Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Maka adalah penting guru untuk mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas sebagai berikut:
1.      Hangat dan Antusias
Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
2.      Tantangan
Penggunaan kata-katan, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3.      Bervariasi
Penggunaan alat atau media, atau alat bantu, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian anak didik.



4.      Keluesan
Keluesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
5.      Penekanan pada hal-hal yang positif
Pada dasarnya, dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif, dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang postif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat menganggu jalannya proses belajar mengajar.
6.      Penanaman disiplin diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. [14]

       5 . Beberapa Masalah Pengelolaan Kelas
            Keanekaragaman masalah perilaku siswa itu menimbulkan beberapa masalah pengelolaan kelas. Menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan dengan perilaku sisiwa adalah:
1.      Kurangnya kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok, klik-klik, dan pertentangan jenis kelamin.
2.      Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok, misalnya ribut, bercakap-cakap, pergi ke sana ke mari, dan sebagainya.
3.      Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut, bermusuhan, mengucilkan, merendahkan kelompok-kelompok bodoh, dan sebagainya.
4.      Kelas mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temannya ialah menerimanya dan mendorong perilaku siswa yang keliru.
5.      Mudah bereaksi negatif/terganggu, misalnya bila didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah, dan sebagainya.
6.      Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga dengan alat-alat belajar kurang, kekurangan uang, dan sebagainya.
7.      Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi baru, dan sebagainya.[15]

       6. Penataan Ruang Kelas
            Agar tercipta suasan belajar yang bersemangat, perlu diperhatikan pengaturan/penataa ruang kelas/belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut yang perlu diperhatikan:
1.      Ukuran dan bentuk kelas.
2.      Bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa.
3.      Jumlah siswa dalam kelas.
4.      Jumlah siswa dalam setiap kelompok.
5.      Jumlah kelompok dalam kelas.[16]
       7. Pengelolaan Kelas yang Efektif
            Anak didik memilki perbedaan karakteristik yang berbeda dari yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini perlu guru pahami agar mudah dalam melakukan pengelolaan kelas secara efektif. Menurut Made Pidarta untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu, yang dilengakapi oleh tugas-tugas diarahkan oleh guru.
2.       Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau kelompok.

3.      Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku-perilaku masing-masing individu dalam kelompok itu.
4.      Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada anggota-anggota. Pengaruh yang jelek dapat diatasi oleh guru dalam membimbing mereka di kelas pada saat belajar.
5.      Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat keterampilan guru mengelola secara kelompok, makin puas anggota-anggota di dalam kelas.
6.      Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesatuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah maupun bagi  mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.[17]















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
      Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Guru adalah semua orang yang bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah.
2.      Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.
3.      Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagain agen pembelajaran.
4.      Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan paling tidak ada 4 (empat) kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
5.      Pengelolaan kelas adalah suatu usaha dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Kesimpulan sederhananya adalah pengelolaan kelas merupakan kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran.
6.      Tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.

B.     Saran
Setelah mempelajari dan membaca materi ini, kita diharapkan mampu menerapkan hal tersebut terhadap kehidupan sehari-hari, seperti menjalankan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dan dapat mengelola kelas secara baik dan efektif. Dan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru matematika adalah kompetensi untuk mempersiapkan bahan ajar, membuat alat pembelajaran, dan mendesain strategi pembelajaran dalam pelajaran matematika.

DAFTAR PUSTAKA


Djamarah, Syaiful Bahri & Zain, Azwan. 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, cet.5

Djamarah, Syaiful Bahri. 2014. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta

Indonesia (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor  14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. [versi elektronik] diakses pada tanggal 21 september 2017 pukul 22.38

Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional. [versi elektronik] diakses pada tanggal 22 September 2017 pukul 22.52

Indonesia (2005). Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. [versi elektronik] diakses pada tanggal 22 september pukul 23.03

Jurnal Jacob, C. Pengembangan Kompetensi Menuju Guru Matematika Profesional. [versi elektronik] diakses pada tanggal 21 September 2017

Jurnal Juandi, Dadang. 2005. Sikap dan Pandangan Guru Matematika Terhadap Efetivitas Peningkatan Kompetensinya Melalui Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG). [versi elektronik] diakses pada tanggal 22 September 2017 pukul 22.56

Jurnal Yulinda, Siregar. Kompetensi Guru dalam Bidang Strategi Perencanaan Dan Pembelajaran Matematika. [versi elektronik] diakses pada tanggal 22 September 2017 pukul 23.12

Jurnal Ummah, Khoiratul. 2013. Analisis Kompetensi Guru Matematiika Berdasarkan Persepsi Siswa. [versi elektronik] diakses pada tanggal 22 september 2017 pukul 23.10

Jurnal Yuwono, Ipung. 2016. Integrasi Kompetensi Profesional dan Kompetensi Pedagogi Guru Matematika. [versi elektronik] diakses pada tanggal 22 september 2017 pukul 22.39

Permekdiknas No. 16 Tahun 2007 (2007) tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.  [versi elektronik] diakses pada tanggal 22 September 2017 pukul 22.53

Skripsi Handayani, Muri Endrawati. 2009. Analisis Kompetensi Profesional Guru Matematika Dalam Interaksi Belajar Mengajar. [versi elektronik] diakses pada tanggal 22 september 2017 pukul 22.46


[1] Indonesia, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. (2005).hlm.3
[2] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka, 1989. Hlm.28
[3] Lihat Skripsi. Analisis kompetensi profesional guru matematika dalam Interaksi belajar mengaja, oleh  muri endrawati handayani (2009). Hlm.27
[4] Indonesia, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. (2005).hlm.3
[5] Pengembangan kompetensi menuju guru matematika profesional, (Bandung: C.Jacob) hlm, .5
[6] Lihat jurnal Analisis Kompetensi Guru Matematika, Oleh Khoiratul Ummah( 2013). Hlm2
[7] Jurnal sikap dan pandangan guru matematika terhadap efektivitas peningkatan kompetensinya melalui pendidikan latihan profesi guru (plpg) oleh : Dadang Juandi universitas pendidikan indonesia. hlm.3

[8] Ibid. Hlm 4
[9] Permendiknas, UU RI No. 16 Tahun 2007 tentang standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Hlm.15
[10] Permendiknas, UU RI No. 16 Tahun 2007 tentang standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Hlm.25
[11]Syaiful Bahri Djamarah, Azwan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:Rineka Cipta,(2013) hlm 177

[12] Ibid. Hlm 177
[13] Ibid.hlm 179
[14] Ibid. Hlm 184
[15] Ibid. Hlm 194
[16] Ibid. Hlm 204
[17] Ibid. Hlm.214